Selasa, 23 Juni 2009


Microfin Indonesia meluncurkan satu program lagi, yaitu Program KJKS Indonesia yang resmi diluncurkan pada tanggal 20 Agustus 2008 bertepatan dengan 18 Sya’ban 1429.

Program KJKS Indonesia adalah program kerjasama kemitraan dari Microfin Indonesia dengan KJKS-KJKS yang telah berdiri ataupun KJKS-KJKS yang akan didirikan oleh masyarakat/investor untuk membangun sebuah jaringan yang terstruktur, terstandardisasi dan konsisten mengikuti pola-pola syariah.

Program ini dimaksudkan untuk membangun dan meneguhkan jaringan KJKS di Indonesia khususnya Jawa, Sumatera Utara, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Program ini bersesuaian dengan Visi Microfin Indonesia yang unggul dalam pengembangan LKMS dengan jejaring yang berkualitas dan Misi Microfin Indonesia untuk membangun jejaring bisnis LKMS yang unggul dan konsisten terhadap syariah serta mendukung dan memfasilitasi pengembangan LKMS dalam bentuk penguatan finansial, manajerial, SDI dan TI.

Dengan program ini Microfin Indonesia ingin menjadikan KJKS yang didirikan dapat menjalankan pola syariah secara kokoh, baik dalam hal operasional dan produk-produk yang diluncurkannya. 40 KJKS akan didirikan sebagai inisiator awal program di tahun 2009. Microfin Indonesia mengharapkan kerjasama berbagai pihak dalam pengembangan lebih lanjut dari program ini.

Contact Person : Yusuf Harpen (08128383045).
Baca Selanjutnya »»

Kemennegkop Dukung Pengembangan KJKS



Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah
(Kemennegkop dan UKM) terus mendukung pertumbuhan dan pengembangan koperasi jasa
keuangan syariah (KJKS).
Hal ini dikarenakan eksistensi KJKS terbukti mampu mendorong
perkembangan usaha mikro dan kecil di wilayahnya serta secara umum mampu menopang
pertumbuhan ekonomi di suatu provinsi.
Mennegkop dan UKM Suryadharma Ali mengatakan, pertumbuhan dan
perkembangan lembaga keuangan syariah di Tanah Air cukup signifikan. Dengan
mengusung prinsip kemitraan dan kebersamaan, sistem keuangan syariah mampu
mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. "Kesadaran
masyarakat untuk memanfaatkan keuangan syariah terus meningkat. Masyarakat
juga mendukung penuh untuk menghidupkan lembaga keuangan syariah," kata
Suryadharma usai acara peresmian kantor KJKS BMT Tumang, Boyolali, Jawa
Tengah, Selasa (20/1).
Menurut dia, sebagai landasan hukum operasional dan pengawasan KJKS, diterbitkan
Keputusan Mennegkop dan UKM Nomor 91 Tahun 2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha KJKS maupun Peraturan Mennegkop dan UKM Nomor
35.2 dan Nomor 35.3 Tahun 2007 tentang Standar Operasional Manajemen serta
Pedoman Penilaian Kesehatan KJKS.
Selain itu, Peraturan Mennegkop dan UKM Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengawasan KJKS. Aturan-aturan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Keuangan Syariah. "Krisis keuangan global membuat dunia
mulai mengalihkan perhatian ke sistem ekonomi dan keuangan syariah. Terbukti
bahwa sistem keuangan syariah memiliki kekebalan terhadap krisis akibat spekulasi.
Konsep keuangan syariah sudah seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi,
apalagi hampir seluruh perbankan juga memiliki unit syariah," tuturnya.
Seperti diketahui, Suryadharma meresmikan Kantor Pusat KJKS BMT Tumang yang
mengayomi sentra kerajian tembaga. Peresmian juga dihadiri Bupati Boyolali Sri
Moeljanto, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng A Sulhadi, serta sejumlah pejabat
lainnya.
KJKS BMT Tumang, Boyolali, yang bermodal awal hanya Rp 7,05 juta, kini memiliki
modal sekitar Rp 12 miliar setelah beroperasi selama 10 tahun. "Lembaga keuangan
mikro sempat diabaikan, namun sekarang sudah digandrungi oleh perbankan dan
pemodal besar. Bank-bank besar sudah terjun ke lembaga keuangan mikro karena
kredit mikro sangat menjanjikan. Kemungkinan kredit macet kredit mikro juga
sangat kecil atau nol persen. Inilah yang menjanjikan," katanya. (Andrian)
Baca Selanjutnya »»

Senin, 08 Juni 2009

Dinar Emas Islam : Bentuk lain Investasi Emas

Salah satu bentuk investasi emas selain emas batangan dan perhiasan emas adalah Dinar Islam. Lalu apa sih sebenarnya yang disebut dengan Dinar Islam itu?
Well, ternyata Dinar Islam adalah koin emas yang memiliki kadar 22 karat (91.70%) dengan berat 4.25 gram per 1 dinar-nya. Dinar Islam di cetak oleh Islamic Mint di seluruh dunia dan mengikuti standar international yang dibuat oleh WITO (World Islamic Trading Organization). Di Indonesia, dinar emas di cetak oleh Antam melalui anak perusahaanya yaitu PP Logam Mulia Indonesia. Untuk mendapatkan dinar ini, bisa didapatkan di tempat penjualan dan pembelian dinar yang disebut dengan wakala.

Harga beli dan harga jual dinar sebagaimana harga emas, ditentukan oleh fluktuasi nilai emas dunia dalam satuan USD per troy ounce di mana 1 troy ounce itu ekuivalen dengan sebesar 31,1035 gram seperti yang dibahas dalam tulisan sebelumnya. Hanya saja, nilai dinar emas ini masih ditambah lagi dengan biaya cetak dan biaya distribusi. Menurut wakala nusantara, harga beli (harga wakala membeli/buy back) dinar adalah harga jual dikurangi dengan beberapa persen dengan rule sebagai berikut :

1-10 keping Dinar / Dirham: dikurangi 4%
11 - 20 keping Dinar / Dirham: dikurangi 5 %
21 keping Dinar / Dirham keatas: dikurangi 6%

Harga fix dinar sediri setiap hari dapat dilihat di wakala nusantara dengan perubahan nilai rate terjadi dua kali sehari, yaitu rate nilai pagi dan rate nilai siang.

Dinar sebagaimana jenis emas yang lain dapat dijadikan sarana investasi karena memiliki dua buah nilai, yaitu nilai intrinsik dan nominal yang dari dulu sampai sekarang masih memiliki nilai tetap. Sebagai ilustrasi, kalau jaman dulu nilainya 1 dinar itu dapat dibelikan satu ekor kambing, maka jaman sekarang pun 1 dinar juga masih bisa dapat satu ekor kambing. Jadi nilai intrinsik dan nilai nomialnya masih tetap. Bandingkan dengan uang kertas. Uang kertas jaman dulu 100 ribu mungkin dapat dibelikan macam-macam, namun nilai uang kertas 100 ribu sekarang untuk beli satu kambing pun sudah tidak bisa.

Dinar dijadikan salah satu pilihan investasi emas bila dibanding dengan bentuk emas lainnya karena kelebihannya yang mudah ditukarkan menjadi uang kertas (buy back) dengan nilai tukar yang sama di di setiap wakala, yaitu mengikuti nilai tukar yang terdapat di wakala induk. Hal ini berbeda sekali jika misalnya investasi emas bentuk batangan, maka jika dijual di toko emas, biasanya toko emas itu menetapkan harga beli yang kadang tidak mengikuti pasar tetapi menggunakan ratenya sendiri. Keuntungan lainnya adalah bentuk dinar yang terdiri dari kepingan-kepingan membuat dinar dapat dengan mudah dibagi sesuai dengan kebutuhan. Jadi misalkan suatu saat sedang membutuhkan uang cash kecil, maka tinggal ditukarkan saja beberapa koin sesuai dengan kebutuhan ke wakala.
Selain kelebihan di atas, dinar juga memiliki kelemahan yaitu masih dianggapnya dinar ini sebagai perhiasan. Akibatnya, penjual dinar akan terkena pajak. :(

Selain ditukar dengen uang kertas (buy back), ternyata dinar dapat juga dibelanjakan langsung dalam bentuk koin. Tempat yang menerima dinar sebagai alat pembayaran adalah tempat yang tergabung dalam Jaringan Wirausahawan Dinar-Dirham Nusantara (JAWARA). Salah satu tanda bahwa tempat tersebut mau menerima dinar sebagai alat pembayaran adalah terdapatnya sticker JAWARA di tempat tersebut.

Sumber:
Baca Selanjutnya »»

Fatwa MUI: Hukum Jual Beli Valas


Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) Ditulis oleh Administrator Sunday, 16 April 2006 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/ 2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).

Menimbang : a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
b. Bahwa dalam ‘urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :

Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2] :275: "…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…"

Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri:Rasululla h SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)’ (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”.

Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: “(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”.

Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.

Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).

Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: “Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

Ijma. Ulama sepakat (ijma’) bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu.

Memperhatikan : 1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.
MEMUTUSKAN Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).
Pertama : Ketentuan Umum
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
a.Tidak untuk spekulasi (untung-untungan) .
b.Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
c.Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh) .
d.Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing
a.Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
b.Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2×24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
c.Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d.Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru maisir (spekulasi).

Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris, K.H. M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin
Baca Selanjutnya »»

Rabu, 03 Juni 2009

Ekonomi Syariah di Indonesia, Bukan Alternatif tapi Keharusan

eramuslim - Sistem ekonomi berbasis Syariah, belakangan ini makin populer bukan hanya di negara-negara Islam tapi juga negara-negara barat. Ditandai dengan makin suburnya bank-bank yang menerapkan konsep syari'ah, bukan tidak mungkin suatu saat seluruh aspek perekonomian akan berbasiskan syariah. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam perekonomian bisa diterima di berbagai kalangan, karena sifatnya yang universal dan tidak eksklusif. Nilai-nilai itu misalnya keadilan dan perlakuan yang sama dalam meraih kesempatan berusaha.



Konsep ekonomi yang Islami sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang menerapkan etika dalam berdagang. Perkembangan sistem ekonomi Islami ini terhenti seiring dengan makin menguatnya kelompok sosialis dan kapitalis di Eropa. Namun seiring perjalanan waktu dan runtuhnya komunis, pemikiran untuk menerapkan sistem perekonomian yang Islami muncul kembali sebagai konsep alternatif. Dan terbukti, konsep ekonomi Islam yang mengedepankan kejujuran dan keadilan ini bisa diterima, dan kini sedang mengalami perkembangan yang pesat.



Di Indonesia konsep ekonomi syariah mulai dikenal ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia, pada tahun 1991. Namun pada saat itu, kehadiran bank berbasis syariah ini belum mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat. Baru beberapa tahun belakangan ini, apalagi setelah MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap bunga bank, bank berbasis Syariah mulai bermunculan, diikuti dengan munculnya lembaga keuangan berbasis syariah lainnya, seperti asuransi syariah yang memang belum menjamur seperti bank syariah.



Meski sudah mengalami perkembangan yang cukup baik, namun kalangan pelaku ekonomi syariah merasa konsep ini belum mendapat dukungan penuh pemerintah. Perekonomian Syariah, masih dianggap sebelah mata sebagai salah satu sistem perekonomian yang seharusnya bisa menjadi salah satu alternatif untuk keluar dari krisis ekonomi yang masih melilit bangsa ini. Lantas bagaimana prospek ekonomi syariah di Indonesia di masa depan?



Harus Ada Wakil Ekonomi Syariah di Dewan Ekonomi Nasional

Bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa haram terhadap bungan bank, MUI mengkampanyekan gerakan ekonomi syariah tahun 2003 lalu. Namun gerakan ini ternyata kurang berhasil, sehingga sosialisasi ekonomi syariah ke masyarakat hasilnya juga tidak maksimal. Salah satu penyebabnya, karena pemerintahan pada waktu itu kurang mengakomodasi gerakan itu.



Namun untuk tahun ini, dengan munculnya kepemimpinan baru, ada seberkas harapan dari para pelaku ekonomi syariah khususnya bank-bank syariah untuk kembali mengedepankan sosialisiasi ekonomi syariah yang lebih luas kepada masyarakat. Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) menilai pemerintah sudah saatnya mengakomodasi praktek keuangan Islami yang kini mulai marak di Indonesia. Untuk itu, mereka meminta agar ada perwakilan dari ekonomi syariah dalam struktur Dewan Ekonomi Nasional yang akan dibentuk pemerintah baru nanti.



Ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung pada eramuslim mengatakan, dengan adanya wakil ekonomi Syariah di Dewan Ekonomi Nasional (DEN) nantinya, sosialisasi tentang ekonomi Syariah baik di kalangan masyarakat maupun di birokrasi pemerintahan akan lebih intensif dilakukan, sehingga pemahaman masyarakat tentang ekonomi syariah lebih baik.



"Jangankan masyarakat awam, para ulamanya saja masih banyak koq yang belum memahami konsep ekonomi syariah," ujar Wahyu. Jadi jangan heran, meski Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, masyarakatnya masih enggan untuk menjadi nasabah bank syariah. "Kalau dibandingkan dengan bank konvensional, portofolio masyarakat untuk bank syariah masih 1 persen," tambah Wahyu.


Namun dengan pertumbuhan bank syariah yang rata-rata di atas 70 persen, Wahyu optimis ada peluang besar bagi bank syariah untuk lebih banyak menarik minat masyarakat. Selama ini yang kurang mengemuka di masyarakat tentang konsep syariah adalah bahwa konsep ekonomi syariah sangat menjunjung tinggi tranparansi, kejujuran dan keadilan dalam melakukan dan membuka kesempatan berusaha bagi masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya tahu konsep Syariah sebatas pada diharamkannya bunga bank.



Di sisi lain, perkembangan ekonomi syariah membutuhkan instrumen-instrumen keuangan syariah yang memadai. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah, Rizqullah pada eramuslim. Ia menyatakan, pemerintah saat ini masih mengandalkan sistem ekonomi barat yang kapitalis meskipun terbukti memiliki kelemahan-kelemahan.



"Keluarnya Undang-Undang Perbankan No.10/1998 mengindikasikan bahwa pemerintah mengakui kelemahan yang ada dalam sistem ekonomi kapitalis. Makanya, pemerintah berusaha mencari solusi untuk mengatasi itu. Cuma sayangnya, solusi itu tidak dibarengi dengan upaya-upaya lanjutan untuk mendorong perkembangan lembaga keuangan syariah dan tatanan-tatanan ekonomi yang Islami," kata Rizqullah.



Lebih lanjut, ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung mengatakan, adanya wakil ekonomi Syariah di DEN, diharapkan juga bisa mendorong penerapan konsep syariah dalam semua bentuk aktifitas perekonomian, bukan hanya perbankan, tapi juga perdagangan atau penerbitan obligasi yang sampai saat ini masih memakai sistem bunga.



"Intinya kalau sudah ada dukungan penuh dari pemerintah, dengan penerapan konsep syariah ini nantinya akan ada keberpihakan yang lebih besar pada masyarakat. Membangun ekonomi rakyat itu kan membangun ekonomi lokal. Nah, bank-bank lokal ini kita harapkan juga ada syariahnya. Kemudian pemerintah kalau membuat order atau kontrak, bisa saja mewajibkan 30 persen pembiayaannya dari lembaga keuangan syariah," papar Wahyu.


Konsep Ekonomi Syariah di Indonesia Sebuah Keharusan

Ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung mengatakan, konsep ekonomi syariah di Indonesia bukan lagi semata-mata sebagai alternatif sistem perekonomian di masa depan tetapi sudah menjadi keharusan. Karena hubungannya bukan pada Islam semata, tapi Islam sebagai rahmat lil 'alaamin yang kaitannya adalah ibadah secara vertikal maupun horisontal.



"Sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam, sistem ekonomi syariah harus dilaksanakan sebagai sistem ekonomi yang universal, yang mengedepankan transparansi, keadilan dan good governance dalam pengelolaan usaha dan asset-asset negara. Di mana praktik ekonomi yang dijalankan berpihak pada rakyat kebanyakan dan berpihak pada kebenaran," tegas Wahyu.



Konsep syariah yang diterapkan di bank-bank sudah membuktikan, bagaimana penyaluran pembiayaan di bank syariah selalu berpihak pada sektor riil, dengan angka finance to deposit ratio yang relatif tinggi. Kehadiran bank syariah terbukti bisa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya sektor riil, usaha kecil dan menengah yang selama ini menjadi primadona dan tulang punggung di masa krisis.



Berdasarkan data Asbisindo, total aset bank syariah saat ini sekitar Rp 12,7 triliun dengan penghimpunan dana pihak ketiga Rp 9,7 triliun dan penyaluran pada pembiayaan Rp 9,9 triliun. Dari angka tersebut, menunjukkan financing to deposit ratio (FDR, rasio pembiayaan dan dana pihak ketiga) perbankan syariah rata-rata di atas 100 persen. Dari sisi jaringan, saat ini terdapat tiga bank umum syariah dan 12 unit usaha syariah dengan jumlah kantor cabang 131, 35 kantor cabang pembantu dan 119 kantor kas. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah BPRS yang berjumlah 86.



Perbankan syariah hanya salah satu dari sistem perekonomian Islam. Kalau konsep ekonomi syariah ini akan diterapkan, juga harus diperhatikan peranan lembaga keuangan Islami lainnya seperti peranan zakat, serta peranan lembaga dan dunia usaha Islami yang menjalankan kegiatan usahanya dengan berlandaskan etika dan moral. Contohnya, tidak ada mark-up, tidak ada laporan keuangan ganda dan sejenisnya.



Lembaga keuangan dan perbankan syariah juga tidak sekadar menjadi lembaga yang baik seperti yang dikenal sekarang ini, tapi juga harus bisa berperan sebagai penghubung antara pihak-pihak yang kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Sehingga intermediasi juga terwujud dalam sistem perekonomian Islam.

Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Rizqullah menyatakan, potensi ekonomi berbasis syariah di Indonesia cukup besar, tapi semuanya tergantung pada kesungguhan semua pihak yang terkait dan para stakeholders yang menentukan perkembangan ekonomi syariah.



"Dukungan yang paling mendesak untuk saat ini adalah dukungan politis, political will dari pemerintah bahwa mereka sungguh-sungguh mau mendorong perekonomian yang Islami. Ini harus dimanifestasikan dengan program-program ekonomi dan kebijakan ekonomi pemerintah saat ini. Negara Malaysia bisa, kenapa kita enggak bisa, padahal potensi kita lebih besar daripada Malaysia," tambah Rizqullah. (ln)

Sumber:
Baca Selanjutnya »»

Membangun Kekuatan Ekonomi Syariah

Salah satu langkah strategis yang diusulkan oleh peserta Kongres Umat Islam Indonesa (KUII) yang ke-4, yang diselenggarakan di Jakarta pada 17-21 April 2005, adalah: "Membangun kekuatan ekonomi umat yang dapat meningkatkan kesejahteraan bersama secara adil dan merata sesuai dengan prinsip-prinsip syariah." Bersamaan dengan itu, disampaikan pula sebuah rekomendasi, yaitu: "Mendesak pemerintah untuk memberlakukan dual economic system; konvensional dan syariah sebagai sistem ekonomi nasional."

Langkah dan rekomendasi itu diusulkan setelah disadari sepenuhnya bahwa salah satu penentu kualitas umat adalah terletak pada kekuatan ekonomi yang diselenggarakannya. Dakwah di bidang ekonomi merupakan sebuah keniscayaan sekaligus kewajiban dan kebutuhan, sebagaimana telah pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka dapat mengendalikan kegiatan ekonomi terutama di bidang perdagangan, mampu mengendalikan pasar dan melakukan kerja sama (networking) antara produsen dengan konsumen yang semuanya diikat dan dilandasi oleh nilai-nilai syariah Islamiyah.



Dalam sebuah hadis shahih, Rasulullah SAW bersabda: Kami adalah kaum yang tidak pernah mengkonsumsi sesuatu kecuali makanan dari orang-orang yang bertakwa, dan tidak pernah mengkonsumsi kepada makanan kami kecuali orang yang bertakwa pula." Kondisi ini telah menyebabkan terbentuknya masyarakat yang kuat, sejahtera, dan terpenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan memadai, tanpa disertai kesenjangan sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.



Di samping itu disadari dan diyakini pula, bahwa ekonomi konvensional yang berlandaskan pada sistem ribawi, ternyata banyak memiliki kekeliruan dan kesalahan dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral. Para pakar ekonomi seperti Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and The Rising Culture (terj. 1999) dan Ervin Laszio dalam 3rd Millenium, The Challenge and The Vision (terj. 1999), mengungkapkan bahwa kelemahan dan kekeliruan itulah yang antara lain menyebabkan ekonomi (konvensional) tidak berhasil menciptakan keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara dan masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan masyarakat yang kaya, demikian pula antara sesama anggota masyarakat di dalam suatu negeri. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini, tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melakukan satu titik balik peradaban, dalam arti membangun dan mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa dipertanggungjawabkan.



Para ekonom Muslim sendiri, seperti M Umer Chapra, Khursid Ahmad, Muhammad Nejatullah Shiddiqi, dan yang lainnya, sesungguhnya telah berusaha lama untuk keluar dari kondisi ini dengan mengajukan gagasan-gagasan ekonomi alternatif yang sering disebut sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi Syariah. Yang menarik adalah institusi ekonomi berlandaskan syariah ini ternyata telah memberikan harapan-harapan yang cukup menggembirakan, karena mampu bertahan dalam kondisi krisis ekonomi.



Bank syariah, asuransi syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya kini tumbuh dan berkembang dengan pesat, walaupun masih banyak memiliki kekurangan dan kelemahan yang harus diperbaiki dan disempurnakan secara optimal.



Harus diakui bahwa ketika pemikiran dan konsep tentang ekonomi syariah ini diperkenalkan, kemudian diimplementasikan dalam berbagai institusi tersebut, sebagian dari kaum Muslimin banyak yang ragu dan tidak percaya, bahwa ajaran Islam berkaitan dengan dunia ekonomi, perbankan, pasar modal, asuransi, dan lain sebagainya. Sikap yang semacam ini mungkin diakibatkan oleh pandangan bahwa ajaran Islam sama dengan ajaran agama lain yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya secara individual. Padahal ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat komprehensif dan universal, yang mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia.



Kaum Muslimin diperintahkan untuk mengaplikasikan ajaran tersebut dalam semua tatanan kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS Al Baqarah ayat 208: "Wahai orang-orang yang berfirman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."



Tiga Langkah Strategis
Dalam memperkuat sistem ekonomi syariah, paling tidak terdapat tiga langkah strategis (Adiwarman Karim, 2005) yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin secara bersama-sama, baik para alim ulama dan para tokoh, para pakar, dan masyarakat secara luas, sebagai realisasi dari hasil Kongres Umat Islam tersebut, yaitu pengembangan ilmu ekonomi syariah, pengemabngan sistem ekonomi syariah dalam bentuk regulasi dan peraturan, serta pengembangan ekonomi umat.



Pertama, pengembangan ilmu ekonomi syariah dapat dilakukan melalui dunia pendidikan formal maupun non formal, baik itu di kampus-kampus, lembaga penelitian ilmiah, kelompok-kelompok kajian, media massa, pondok-pondok pesantren dan lainnya. Alhamdulillah kini ekonomi syariah, secara formal telah menjadi kurikulum di beberapa perguruan tinggi, sehingga dikaji dan dipelajari secara sistematis dan terorganisasi dengan baik.



Kedua, ditumbuhkembangkan regulasi-regulasi yang mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun melalui kegiatan bisnis dan usaha riil. Harus diakui, peran Bank Indonesia (Direktorat Perbankan Syariah) sangat besar, yang selalu bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam melahirkan berbagai regulasi. DSN MUI pun sangat aktif di dalam menjawab (dalam bentuk fatwa) berbagai permasalahan yang diajukan maupun yang ditemukan dalam praktik keseharian. Kerjasama yang harmonis selama ini harus terus menerus dijaga dan diperkuat, apalagi salah satu agenda utama sekarang adalah mengusahakan Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi sebuah Undang-Undang yang memiliki kekuatan hukum yang bersifat pasti.



Ketiga, ketika ekonomi syariah dikembangkan dan didukung oleh sebuah sistem yang baik, maka yang paling penting adalah membangun perekonomian umat secara nyata, sehingga bisa dirasakan secara lebih luas oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan sektor riil dengan ditopang oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sehingga pada akhirnya diharapkan produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat. Kita berharap sistem ekonomi syariah (dengan langkah-langkah tersebut di atas) akan berkembang dari ekonomi alternatif menjadi satu-satunya sistem ekonomi yang mampu mensejahterakan umat dan bangsa kita, sekarang maupun di masa yang akan datang.

(KH Didin Hafidhuddin )
Baca Selanjutnya »»