Senin, 24 Agustus 2009

MARHABAN YA RAMADHAN....!!!



Baca Selanjutnya »»

Rabu, 29 Juli 2009

Berdayakan UKM, BAZ Jatim jalin kemitraan dengan KJKS Manfaat





Program penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BAZ Jatim.

Baz Jatim sejak tahun 2007 telah menjalin kerjasama program penyaluran dana bergulir dengan
Microfin dan KJKS Manfaat selaku pelaksana program menggulirkan program bersama memberdayakan masyarakat. Bentuk kerjasama yang dimaksud berupa penyaluran kredit yang digulirkan kepada kelompok-kelompok usaha kecil. Setiap kelompok rata-rata terdiri dari 10 hingga 15 orang yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Jatim, antara lain:
Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Lamongan. Pada awal kerjasama dengan Baz Jatim tahun 2007, Microfin-KJKS Manfaat telah meyalurkan dana sebesar 50 juta kepada 5 kelompok usaha kecil. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang. Jadi total binaan 50 usaha kecil. Pada tahun kedua (2008), Microfin menyalurkan dana 300 juta kepada 29 kelompok dengan jumlah peserta 286 usaha.

Model Pembinaan
Kesuksesan Muhammad Yunus dari Bangladesh dengan Garmen Bank-nya menginspirasi Microfin-KJKS Manfaat untuk mengadopsi pola yang sama. Yaitu penyaluran dana bergulir dengan model tanggung renteng. Meskipun model ini belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan, Microfin-KJKS Manfaat terus berupaya agar pola pemberdayaan Garmen bank benar-benar bisa terwujud sepenuhnya melalui kredit BAZ jatim.
Pendampingan yang terus dilakukan dalam dua hal:
1. Kerohanian. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang baik tentang nilai-nilai agama Islam seperti taujih. Pertemuan dilakukan setiap 2 pekan sekali. Selain membina usaha, forum juga berfungsi sebagai ajang dakwah dan mengajak para peserta program untuk mengenal Islam lebih dekat.
2. Usaha. Rata-rata para pelaku usaha kecil sulit berkembang. Salah satu yang kami simpulkan, bahwa diantara problem UKM adalah karena lemahnya manajemen usaha dan keuangan. Disinilah keberadaan tim pendamping memberi penyegaran dan pengetahuan sederhana tentang bagaimana mengembangkan usaha serta mengelola keuangan yang baik.

KETENTUAN UMUM DANA BERGULIR – BAZ – MICROFIN-KJKS Manfaat
PROGRAM PEMBERDAYAAN UKM SE-SURABAYA

1. Pelaksanaan teknis dan penanggung jawab program ini dalah Microfin Indonesia cabang Surabaya.
2. Dana ini merupakan dana bergulir untuk Usaha Kecil dan Mikro (UKM) dengan system qord (hutang) dan tanggung renteng.
3. Masa perguliran dana ini maksimal 10 (sepuluh ) bulan.
4. Program ini menerapkan system tanggung renteng dengan tanggung jawab penuh pengelolaan dana ada pada kelompok, jadi setiap individu dalam kelompok bertanggung jawab secara bersama terhadap pengembalian dana (diikat dengan perjanjian bermaterai)
5. Setiap kelompok wajib menyediakan minimal 1 (satu) buah foto copy KSK
6. Plafond dana program ini untuk setiap individu dalam kelompok rata-rata Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
7. Disyaratkan dalam pengelolaan dana ini ada infaqnya
8. Ketentuan mustahiq penerima dana (peserta program):
a. Omset per hari minimal Rp. 150.000,-
b. Masuk kategori Mustahiq
c. Usaha minimal telah berumur 6 bulan
d. Bersedia menyampaikan laporan keuangan secara berkala setiap bulannya kepada Microfin Indonesia-KJKS Manfaat.
e. Status Kepemilikan Usaha adalah Milik Sendiri
f. Bersedia untuk menghadiri kajian rutin keislaman dan pembinaan usaha yang diselenggarakan oleh Microfin-KJKS Manfaat setiap 2 (dua) minggu sekali
g. Usaha tidak mengandung unsur-unsur yang melanggar syariah (judi, minuman keras dll)


Capaian-capaian
Selama 2 tahun menjalin kerjasama dengan BAZ Jatim, Microfin telah berhasil membukukan keberhasilan-keberhasilan sebagai berikut:

a. Tahun 2007
Menyalurkan kredit dan mendampingi 5 kelompok dengan 50 jenis usaha binaan. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang/usaha. Dana yang telah tersalurkan sebesar 50 juta. Setiap kelompok memperoleh pencairan 10 juta.

b. Tahun 2008
Microfin menyalurkan dana sebesar 300 juta kepada 29 kelompok, dengan perincian sbb:
1). Surabaya : 10 Kelompok, terdiri dari 100 orang/usaha dengan besaran kredit 114 juta.
2). Sidoarjo : 1 kelompok, terdiri dari 6 orang/usaha dengan besaran kredit 6 juta.
3). Gresik : 4 kelompok, terdiri dari 40 orang/usaha dengan besaran kredit 40 juta.
4). Lamongan : 14 kelompok, terdiri dari 140 orang/usaha dengan besaran kredit 140 juta.
Baca Selanjutnya »»

Selasa, 23 Juni 2009


Microfin Indonesia meluncurkan satu program lagi, yaitu Program KJKS Indonesia yang resmi diluncurkan pada tanggal 20 Agustus 2008 bertepatan dengan 18 Sya’ban 1429.

Program KJKS Indonesia adalah program kerjasama kemitraan dari Microfin Indonesia dengan KJKS-KJKS yang telah berdiri ataupun KJKS-KJKS yang akan didirikan oleh masyarakat/investor untuk membangun sebuah jaringan yang terstruktur, terstandardisasi dan konsisten mengikuti pola-pola syariah.

Program ini dimaksudkan untuk membangun dan meneguhkan jaringan KJKS di Indonesia khususnya Jawa, Sumatera Utara, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Program ini bersesuaian dengan Visi Microfin Indonesia yang unggul dalam pengembangan LKMS dengan jejaring yang berkualitas dan Misi Microfin Indonesia untuk membangun jejaring bisnis LKMS yang unggul dan konsisten terhadap syariah serta mendukung dan memfasilitasi pengembangan LKMS dalam bentuk penguatan finansial, manajerial, SDI dan TI.

Dengan program ini Microfin Indonesia ingin menjadikan KJKS yang didirikan dapat menjalankan pola syariah secara kokoh, baik dalam hal operasional dan produk-produk yang diluncurkannya. 40 KJKS akan didirikan sebagai inisiator awal program di tahun 2009. Microfin Indonesia mengharapkan kerjasama berbagai pihak dalam pengembangan lebih lanjut dari program ini.

Contact Person : Yusuf Harpen (08128383045).
Baca Selanjutnya »»

Kemennegkop Dukung Pengembangan KJKS



Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah
(Kemennegkop dan UKM) terus mendukung pertumbuhan dan pengembangan koperasi jasa
keuangan syariah (KJKS).
Hal ini dikarenakan eksistensi KJKS terbukti mampu mendorong
perkembangan usaha mikro dan kecil di wilayahnya serta secara umum mampu menopang
pertumbuhan ekonomi di suatu provinsi.
Mennegkop dan UKM Suryadharma Ali mengatakan, pertumbuhan dan
perkembangan lembaga keuangan syariah di Tanah Air cukup signifikan. Dengan
mengusung prinsip kemitraan dan kebersamaan, sistem keuangan syariah mampu
mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. "Kesadaran
masyarakat untuk memanfaatkan keuangan syariah terus meningkat. Masyarakat
juga mendukung penuh untuk menghidupkan lembaga keuangan syariah," kata
Suryadharma usai acara peresmian kantor KJKS BMT Tumang, Boyolali, Jawa
Tengah, Selasa (20/1).
Menurut dia, sebagai landasan hukum operasional dan pengawasan KJKS, diterbitkan
Keputusan Mennegkop dan UKM Nomor 91 Tahun 2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha KJKS maupun Peraturan Mennegkop dan UKM Nomor
35.2 dan Nomor 35.3 Tahun 2007 tentang Standar Operasional Manajemen serta
Pedoman Penilaian Kesehatan KJKS.
Selain itu, Peraturan Mennegkop dan UKM Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengawasan KJKS. Aturan-aturan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Keuangan Syariah. "Krisis keuangan global membuat dunia
mulai mengalihkan perhatian ke sistem ekonomi dan keuangan syariah. Terbukti
bahwa sistem keuangan syariah memiliki kekebalan terhadap krisis akibat spekulasi.
Konsep keuangan syariah sudah seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi,
apalagi hampir seluruh perbankan juga memiliki unit syariah," tuturnya.
Seperti diketahui, Suryadharma meresmikan Kantor Pusat KJKS BMT Tumang yang
mengayomi sentra kerajian tembaga. Peresmian juga dihadiri Bupati Boyolali Sri
Moeljanto, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng A Sulhadi, serta sejumlah pejabat
lainnya.
KJKS BMT Tumang, Boyolali, yang bermodal awal hanya Rp 7,05 juta, kini memiliki
modal sekitar Rp 12 miliar setelah beroperasi selama 10 tahun. "Lembaga keuangan
mikro sempat diabaikan, namun sekarang sudah digandrungi oleh perbankan dan
pemodal besar. Bank-bank besar sudah terjun ke lembaga keuangan mikro karena
kredit mikro sangat menjanjikan. Kemungkinan kredit macet kredit mikro juga
sangat kecil atau nol persen. Inilah yang menjanjikan," katanya. (Andrian)
Baca Selanjutnya »»

Senin, 08 Juni 2009

Dinar Emas Islam : Bentuk lain Investasi Emas

Salah satu bentuk investasi emas selain emas batangan dan perhiasan emas adalah Dinar Islam. Lalu apa sih sebenarnya yang disebut dengan Dinar Islam itu?
Well, ternyata Dinar Islam adalah koin emas yang memiliki kadar 22 karat (91.70%) dengan berat 4.25 gram per 1 dinar-nya. Dinar Islam di cetak oleh Islamic Mint di seluruh dunia dan mengikuti standar international yang dibuat oleh WITO (World Islamic Trading Organization). Di Indonesia, dinar emas di cetak oleh Antam melalui anak perusahaanya yaitu PP Logam Mulia Indonesia. Untuk mendapatkan dinar ini, bisa didapatkan di tempat penjualan dan pembelian dinar yang disebut dengan wakala.

Harga beli dan harga jual dinar sebagaimana harga emas, ditentukan oleh fluktuasi nilai emas dunia dalam satuan USD per troy ounce di mana 1 troy ounce itu ekuivalen dengan sebesar 31,1035 gram seperti yang dibahas dalam tulisan sebelumnya. Hanya saja, nilai dinar emas ini masih ditambah lagi dengan biaya cetak dan biaya distribusi. Menurut wakala nusantara, harga beli (harga wakala membeli/buy back) dinar adalah harga jual dikurangi dengan beberapa persen dengan rule sebagai berikut :

1-10 keping Dinar / Dirham: dikurangi 4%
11 - 20 keping Dinar / Dirham: dikurangi 5 %
21 keping Dinar / Dirham keatas: dikurangi 6%

Harga fix dinar sediri setiap hari dapat dilihat di wakala nusantara dengan perubahan nilai rate terjadi dua kali sehari, yaitu rate nilai pagi dan rate nilai siang.

Dinar sebagaimana jenis emas yang lain dapat dijadikan sarana investasi karena memiliki dua buah nilai, yaitu nilai intrinsik dan nominal yang dari dulu sampai sekarang masih memiliki nilai tetap. Sebagai ilustrasi, kalau jaman dulu nilainya 1 dinar itu dapat dibelikan satu ekor kambing, maka jaman sekarang pun 1 dinar juga masih bisa dapat satu ekor kambing. Jadi nilai intrinsik dan nilai nomialnya masih tetap. Bandingkan dengan uang kertas. Uang kertas jaman dulu 100 ribu mungkin dapat dibelikan macam-macam, namun nilai uang kertas 100 ribu sekarang untuk beli satu kambing pun sudah tidak bisa.

Dinar dijadikan salah satu pilihan investasi emas bila dibanding dengan bentuk emas lainnya karena kelebihannya yang mudah ditukarkan menjadi uang kertas (buy back) dengan nilai tukar yang sama di di setiap wakala, yaitu mengikuti nilai tukar yang terdapat di wakala induk. Hal ini berbeda sekali jika misalnya investasi emas bentuk batangan, maka jika dijual di toko emas, biasanya toko emas itu menetapkan harga beli yang kadang tidak mengikuti pasar tetapi menggunakan ratenya sendiri. Keuntungan lainnya adalah bentuk dinar yang terdiri dari kepingan-kepingan membuat dinar dapat dengan mudah dibagi sesuai dengan kebutuhan. Jadi misalkan suatu saat sedang membutuhkan uang cash kecil, maka tinggal ditukarkan saja beberapa koin sesuai dengan kebutuhan ke wakala.
Selain kelebihan di atas, dinar juga memiliki kelemahan yaitu masih dianggapnya dinar ini sebagai perhiasan. Akibatnya, penjual dinar akan terkena pajak. :(

Selain ditukar dengen uang kertas (buy back), ternyata dinar dapat juga dibelanjakan langsung dalam bentuk koin. Tempat yang menerima dinar sebagai alat pembayaran adalah tempat yang tergabung dalam Jaringan Wirausahawan Dinar-Dirham Nusantara (JAWARA). Salah satu tanda bahwa tempat tersebut mau menerima dinar sebagai alat pembayaran adalah terdapatnya sticker JAWARA di tempat tersebut.

Sumber:
Baca Selanjutnya »»

Fatwa MUI: Hukum Jual Beli Valas


Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) Ditulis oleh Administrator Sunday, 16 April 2006 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/ 2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).

Menimbang : a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
b. Bahwa dalam ‘urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :

Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2] :275: "…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…"

Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri:Rasululla h SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)’ (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”.

Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: “(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”.

Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.

Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).

Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: “Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

Ijma. Ulama sepakat (ijma’) bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu.

Memperhatikan : 1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.
MEMUTUSKAN Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).
Pertama : Ketentuan Umum
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
a.Tidak untuk spekulasi (untung-untungan) .
b.Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
c.Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh) .
d.Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing
a.Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
b.Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2×24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
c.Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d.Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru maisir (spekulasi).

Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris, K.H. M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin
Baca Selanjutnya »»

Rabu, 03 Juni 2009

Ekonomi Syariah di Indonesia, Bukan Alternatif tapi Keharusan

eramuslim - Sistem ekonomi berbasis Syariah, belakangan ini makin populer bukan hanya di negara-negara Islam tapi juga negara-negara barat. Ditandai dengan makin suburnya bank-bank yang menerapkan konsep syari'ah, bukan tidak mungkin suatu saat seluruh aspek perekonomian akan berbasiskan syariah. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam perekonomian bisa diterima di berbagai kalangan, karena sifatnya yang universal dan tidak eksklusif. Nilai-nilai itu misalnya keadilan dan perlakuan yang sama dalam meraih kesempatan berusaha.



Konsep ekonomi yang Islami sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang menerapkan etika dalam berdagang. Perkembangan sistem ekonomi Islami ini terhenti seiring dengan makin menguatnya kelompok sosialis dan kapitalis di Eropa. Namun seiring perjalanan waktu dan runtuhnya komunis, pemikiran untuk menerapkan sistem perekonomian yang Islami muncul kembali sebagai konsep alternatif. Dan terbukti, konsep ekonomi Islam yang mengedepankan kejujuran dan keadilan ini bisa diterima, dan kini sedang mengalami perkembangan yang pesat.



Di Indonesia konsep ekonomi syariah mulai dikenal ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia, pada tahun 1991. Namun pada saat itu, kehadiran bank berbasis syariah ini belum mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat. Baru beberapa tahun belakangan ini, apalagi setelah MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap bunga bank, bank berbasis Syariah mulai bermunculan, diikuti dengan munculnya lembaga keuangan berbasis syariah lainnya, seperti asuransi syariah yang memang belum menjamur seperti bank syariah.



Meski sudah mengalami perkembangan yang cukup baik, namun kalangan pelaku ekonomi syariah merasa konsep ini belum mendapat dukungan penuh pemerintah. Perekonomian Syariah, masih dianggap sebelah mata sebagai salah satu sistem perekonomian yang seharusnya bisa menjadi salah satu alternatif untuk keluar dari krisis ekonomi yang masih melilit bangsa ini. Lantas bagaimana prospek ekonomi syariah di Indonesia di masa depan?



Harus Ada Wakil Ekonomi Syariah di Dewan Ekonomi Nasional

Bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa haram terhadap bungan bank, MUI mengkampanyekan gerakan ekonomi syariah tahun 2003 lalu. Namun gerakan ini ternyata kurang berhasil, sehingga sosialisasi ekonomi syariah ke masyarakat hasilnya juga tidak maksimal. Salah satu penyebabnya, karena pemerintahan pada waktu itu kurang mengakomodasi gerakan itu.



Namun untuk tahun ini, dengan munculnya kepemimpinan baru, ada seberkas harapan dari para pelaku ekonomi syariah khususnya bank-bank syariah untuk kembali mengedepankan sosialisiasi ekonomi syariah yang lebih luas kepada masyarakat. Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) menilai pemerintah sudah saatnya mengakomodasi praktek keuangan Islami yang kini mulai marak di Indonesia. Untuk itu, mereka meminta agar ada perwakilan dari ekonomi syariah dalam struktur Dewan Ekonomi Nasional yang akan dibentuk pemerintah baru nanti.



Ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung pada eramuslim mengatakan, dengan adanya wakil ekonomi Syariah di Dewan Ekonomi Nasional (DEN) nantinya, sosialisasi tentang ekonomi Syariah baik di kalangan masyarakat maupun di birokrasi pemerintahan akan lebih intensif dilakukan, sehingga pemahaman masyarakat tentang ekonomi syariah lebih baik.



"Jangankan masyarakat awam, para ulamanya saja masih banyak koq yang belum memahami konsep ekonomi syariah," ujar Wahyu. Jadi jangan heran, meski Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, masyarakatnya masih enggan untuk menjadi nasabah bank syariah. "Kalau dibandingkan dengan bank konvensional, portofolio masyarakat untuk bank syariah masih 1 persen," tambah Wahyu.


Namun dengan pertumbuhan bank syariah yang rata-rata di atas 70 persen, Wahyu optimis ada peluang besar bagi bank syariah untuk lebih banyak menarik minat masyarakat. Selama ini yang kurang mengemuka di masyarakat tentang konsep syariah adalah bahwa konsep ekonomi syariah sangat menjunjung tinggi tranparansi, kejujuran dan keadilan dalam melakukan dan membuka kesempatan berusaha bagi masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya tahu konsep Syariah sebatas pada diharamkannya bunga bank.



Di sisi lain, perkembangan ekonomi syariah membutuhkan instrumen-instrumen keuangan syariah yang memadai. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah, Rizqullah pada eramuslim. Ia menyatakan, pemerintah saat ini masih mengandalkan sistem ekonomi barat yang kapitalis meskipun terbukti memiliki kelemahan-kelemahan.



"Keluarnya Undang-Undang Perbankan No.10/1998 mengindikasikan bahwa pemerintah mengakui kelemahan yang ada dalam sistem ekonomi kapitalis. Makanya, pemerintah berusaha mencari solusi untuk mengatasi itu. Cuma sayangnya, solusi itu tidak dibarengi dengan upaya-upaya lanjutan untuk mendorong perkembangan lembaga keuangan syariah dan tatanan-tatanan ekonomi yang Islami," kata Rizqullah.



Lebih lanjut, ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung mengatakan, adanya wakil ekonomi Syariah di DEN, diharapkan juga bisa mendorong penerapan konsep syariah dalam semua bentuk aktifitas perekonomian, bukan hanya perbankan, tapi juga perdagangan atau penerbitan obligasi yang sampai saat ini masih memakai sistem bunga.



"Intinya kalau sudah ada dukungan penuh dari pemerintah, dengan penerapan konsep syariah ini nantinya akan ada keberpihakan yang lebih besar pada masyarakat. Membangun ekonomi rakyat itu kan membangun ekonomi lokal. Nah, bank-bank lokal ini kita harapkan juga ada syariahnya. Kemudian pemerintah kalau membuat order atau kontrak, bisa saja mewajibkan 30 persen pembiayaannya dari lembaga keuangan syariah," papar Wahyu.


Konsep Ekonomi Syariah di Indonesia Sebuah Keharusan

Ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung mengatakan, konsep ekonomi syariah di Indonesia bukan lagi semata-mata sebagai alternatif sistem perekonomian di masa depan tetapi sudah menjadi keharusan. Karena hubungannya bukan pada Islam semata, tapi Islam sebagai rahmat lil 'alaamin yang kaitannya adalah ibadah secara vertikal maupun horisontal.



"Sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam, sistem ekonomi syariah harus dilaksanakan sebagai sistem ekonomi yang universal, yang mengedepankan transparansi, keadilan dan good governance dalam pengelolaan usaha dan asset-asset negara. Di mana praktik ekonomi yang dijalankan berpihak pada rakyat kebanyakan dan berpihak pada kebenaran," tegas Wahyu.



Konsep syariah yang diterapkan di bank-bank sudah membuktikan, bagaimana penyaluran pembiayaan di bank syariah selalu berpihak pada sektor riil, dengan angka finance to deposit ratio yang relatif tinggi. Kehadiran bank syariah terbukti bisa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya sektor riil, usaha kecil dan menengah yang selama ini menjadi primadona dan tulang punggung di masa krisis.



Berdasarkan data Asbisindo, total aset bank syariah saat ini sekitar Rp 12,7 triliun dengan penghimpunan dana pihak ketiga Rp 9,7 triliun dan penyaluran pada pembiayaan Rp 9,9 triliun. Dari angka tersebut, menunjukkan financing to deposit ratio (FDR, rasio pembiayaan dan dana pihak ketiga) perbankan syariah rata-rata di atas 100 persen. Dari sisi jaringan, saat ini terdapat tiga bank umum syariah dan 12 unit usaha syariah dengan jumlah kantor cabang 131, 35 kantor cabang pembantu dan 119 kantor kas. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah BPRS yang berjumlah 86.



Perbankan syariah hanya salah satu dari sistem perekonomian Islam. Kalau konsep ekonomi syariah ini akan diterapkan, juga harus diperhatikan peranan lembaga keuangan Islami lainnya seperti peranan zakat, serta peranan lembaga dan dunia usaha Islami yang menjalankan kegiatan usahanya dengan berlandaskan etika dan moral. Contohnya, tidak ada mark-up, tidak ada laporan keuangan ganda dan sejenisnya.



Lembaga keuangan dan perbankan syariah juga tidak sekadar menjadi lembaga yang baik seperti yang dikenal sekarang ini, tapi juga harus bisa berperan sebagai penghubung antara pihak-pihak yang kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Sehingga intermediasi juga terwujud dalam sistem perekonomian Islam.

Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Rizqullah menyatakan, potensi ekonomi berbasis syariah di Indonesia cukup besar, tapi semuanya tergantung pada kesungguhan semua pihak yang terkait dan para stakeholders yang menentukan perkembangan ekonomi syariah.



"Dukungan yang paling mendesak untuk saat ini adalah dukungan politis, political will dari pemerintah bahwa mereka sungguh-sungguh mau mendorong perekonomian yang Islami. Ini harus dimanifestasikan dengan program-program ekonomi dan kebijakan ekonomi pemerintah saat ini. Negara Malaysia bisa, kenapa kita enggak bisa, padahal potensi kita lebih besar daripada Malaysia," tambah Rizqullah. (ln)

Sumber:
Baca Selanjutnya »»

Membangun Kekuatan Ekonomi Syariah

Salah satu langkah strategis yang diusulkan oleh peserta Kongres Umat Islam Indonesa (KUII) yang ke-4, yang diselenggarakan di Jakarta pada 17-21 April 2005, adalah: "Membangun kekuatan ekonomi umat yang dapat meningkatkan kesejahteraan bersama secara adil dan merata sesuai dengan prinsip-prinsip syariah." Bersamaan dengan itu, disampaikan pula sebuah rekomendasi, yaitu: "Mendesak pemerintah untuk memberlakukan dual economic system; konvensional dan syariah sebagai sistem ekonomi nasional."

Langkah dan rekomendasi itu diusulkan setelah disadari sepenuhnya bahwa salah satu penentu kualitas umat adalah terletak pada kekuatan ekonomi yang diselenggarakannya. Dakwah di bidang ekonomi merupakan sebuah keniscayaan sekaligus kewajiban dan kebutuhan, sebagaimana telah pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka dapat mengendalikan kegiatan ekonomi terutama di bidang perdagangan, mampu mengendalikan pasar dan melakukan kerja sama (networking) antara produsen dengan konsumen yang semuanya diikat dan dilandasi oleh nilai-nilai syariah Islamiyah.



Dalam sebuah hadis shahih, Rasulullah SAW bersabda: Kami adalah kaum yang tidak pernah mengkonsumsi sesuatu kecuali makanan dari orang-orang yang bertakwa, dan tidak pernah mengkonsumsi kepada makanan kami kecuali orang yang bertakwa pula." Kondisi ini telah menyebabkan terbentuknya masyarakat yang kuat, sejahtera, dan terpenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan memadai, tanpa disertai kesenjangan sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.



Di samping itu disadari dan diyakini pula, bahwa ekonomi konvensional yang berlandaskan pada sistem ribawi, ternyata banyak memiliki kekeliruan dan kesalahan dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral. Para pakar ekonomi seperti Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and The Rising Culture (terj. 1999) dan Ervin Laszio dalam 3rd Millenium, The Challenge and The Vision (terj. 1999), mengungkapkan bahwa kelemahan dan kekeliruan itulah yang antara lain menyebabkan ekonomi (konvensional) tidak berhasil menciptakan keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara dan masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan masyarakat yang kaya, demikian pula antara sesama anggota masyarakat di dalam suatu negeri. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini, tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melakukan satu titik balik peradaban, dalam arti membangun dan mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa dipertanggungjawabkan.



Para ekonom Muslim sendiri, seperti M Umer Chapra, Khursid Ahmad, Muhammad Nejatullah Shiddiqi, dan yang lainnya, sesungguhnya telah berusaha lama untuk keluar dari kondisi ini dengan mengajukan gagasan-gagasan ekonomi alternatif yang sering disebut sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi Syariah. Yang menarik adalah institusi ekonomi berlandaskan syariah ini ternyata telah memberikan harapan-harapan yang cukup menggembirakan, karena mampu bertahan dalam kondisi krisis ekonomi.



Bank syariah, asuransi syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya kini tumbuh dan berkembang dengan pesat, walaupun masih banyak memiliki kekurangan dan kelemahan yang harus diperbaiki dan disempurnakan secara optimal.



Harus diakui bahwa ketika pemikiran dan konsep tentang ekonomi syariah ini diperkenalkan, kemudian diimplementasikan dalam berbagai institusi tersebut, sebagian dari kaum Muslimin banyak yang ragu dan tidak percaya, bahwa ajaran Islam berkaitan dengan dunia ekonomi, perbankan, pasar modal, asuransi, dan lain sebagainya. Sikap yang semacam ini mungkin diakibatkan oleh pandangan bahwa ajaran Islam sama dengan ajaran agama lain yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya secara individual. Padahal ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat komprehensif dan universal, yang mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia.



Kaum Muslimin diperintahkan untuk mengaplikasikan ajaran tersebut dalam semua tatanan kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS Al Baqarah ayat 208: "Wahai orang-orang yang berfirman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."



Tiga Langkah Strategis
Dalam memperkuat sistem ekonomi syariah, paling tidak terdapat tiga langkah strategis (Adiwarman Karim, 2005) yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin secara bersama-sama, baik para alim ulama dan para tokoh, para pakar, dan masyarakat secara luas, sebagai realisasi dari hasil Kongres Umat Islam tersebut, yaitu pengembangan ilmu ekonomi syariah, pengemabngan sistem ekonomi syariah dalam bentuk regulasi dan peraturan, serta pengembangan ekonomi umat.



Pertama, pengembangan ilmu ekonomi syariah dapat dilakukan melalui dunia pendidikan formal maupun non formal, baik itu di kampus-kampus, lembaga penelitian ilmiah, kelompok-kelompok kajian, media massa, pondok-pondok pesantren dan lainnya. Alhamdulillah kini ekonomi syariah, secara formal telah menjadi kurikulum di beberapa perguruan tinggi, sehingga dikaji dan dipelajari secara sistematis dan terorganisasi dengan baik.



Kedua, ditumbuhkembangkan regulasi-regulasi yang mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun melalui kegiatan bisnis dan usaha riil. Harus diakui, peran Bank Indonesia (Direktorat Perbankan Syariah) sangat besar, yang selalu bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam melahirkan berbagai regulasi. DSN MUI pun sangat aktif di dalam menjawab (dalam bentuk fatwa) berbagai permasalahan yang diajukan maupun yang ditemukan dalam praktik keseharian. Kerjasama yang harmonis selama ini harus terus menerus dijaga dan diperkuat, apalagi salah satu agenda utama sekarang adalah mengusahakan Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi sebuah Undang-Undang yang memiliki kekuatan hukum yang bersifat pasti.



Ketiga, ketika ekonomi syariah dikembangkan dan didukung oleh sebuah sistem yang baik, maka yang paling penting adalah membangun perekonomian umat secara nyata, sehingga bisa dirasakan secara lebih luas oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan sektor riil dengan ditopang oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sehingga pada akhirnya diharapkan produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat. Kita berharap sistem ekonomi syariah (dengan langkah-langkah tersebut di atas) akan berkembang dari ekonomi alternatif menjadi satu-satunya sistem ekonomi yang mampu mensejahterakan umat dan bangsa kita, sekarang maupun di masa yang akan datang.

(KH Didin Hafidhuddin )
Baca Selanjutnya »»

Minggu, 08 Maret 2009

Tujuan dan Arah Keuangan Islam

Sutan Emir Hidayat
Dosen Keuangan Islam University College of Bahrain Manama, Bahrain
Alumni MBA, IIUM

Setelah diragukan dan kurang diperhatikan selama beberapa dekade sebelumnya oleh banyak pihak di Tanah Air, pada tahun ini (2008) keuangan Islam (syariah) telah dijadikan sebagai agenda nasional. Walaupun terhitung agak terlambat, keseriusan pemerintah dalam mendukung perkembangan keuangan Islam perlu disyukuri karena keuangan Islam sudah menjadi fenomena global yang telah terbukti sebagai suatu sistem keuangan yang lebih adil dan mampu bertahan di tengah krisis ekonomi.

Suatu hal yang menarik adalah ketertarikan negara-negara non-Muslim dalam menerapkan keuangan Islam di negaranya. Bahkan, pusat-pusat keuangan dunia, seperti New York, Tokyo, London, Hong Kong, dan Singapura nyata-nyata sudah mendeklarasikan keinginan mereka untuk menjadi pusat keuangan Islam dunia.

Tentunya kenaikan harga minyak dunia merupakan salah satu faktor penting yang melandasi keinginan tersebut. Namun, di balik semua itu semakin tingginya kesadaran investor Muslim terutama investor Timur Tengah akan pentingnya penyelarasan seluruh aspek hidupnya, termasuk aspek keuangan kepada syariat Islam adalah faktor utama pendorong pertumbuhan keuangan Islam.

Di balik semua fenomena di atas, agar perkembangan keuangan Islam di Indonesia tidak salah langkah, perlulah kita ketahui tujuan dan arah yang hendak dicapai dari pendirian keuangan Islam. Sistem perbankan dan keuangan Islam yang ada saat ini tercipta sebagai hasil ijtihadw para ulama dalam rangka menyelaraskan semua aspek kehidupan seorang Muslim dengan ajaran agamanya. Ini dikarenakan Islam adalah sebuah cara hidup yang komprehensif yang tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat ritual, tetapi juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi, politik, dan aspek kehidupan lainnya.

Sebuah kajian pernah dilakukan oleh Watt (1979) tentang makna agama bagi seorang Muslim dan makna agama bagi masyarakat sekuler Barat. Dia menemukan bahwa agama tidak mendapat tempat dalam pengaturan ekonomi, politik, perdagangan, dan industri dalam masyarakat sekuler Barat. Sebaliknya, agama dipandang sebagai cara hidup yang mencakup ritual keagamaan, ekonomi, politik, bahkan etika perilaku.

Sebagai suatu sistem keuangan yang berdasarkan syariat Islam, maka seyogyanya arah dan tujuan didirikannya keuangan Islam mestilah untuk mewujudkan objektif syariah (maqasid al-syariah ). Secara umum, objektif syariah dikategorikan kepada pendidikan (tarbiyah ), keadilan (adalah ), dan kesejahteraan umat (maslahatul ammah).

Peranan institusi keuangan Islam, seperti bank syariah dalam mewujudkan ketiga objektif tersebut, sangatlah diperlukan. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan, bank syariah mesti ikut serta dalam program pengenalan keuangan Islam kepada masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan institusi pendidikan, institusi pelatihan, dan media masa.

Bank syariah diharapkan mendukung dan mensponsori institusi-institusi pendidikan yang menawarkan program akademik keuangan Islam. Hal ini sangat berguna dikarenakan saat ini jumlah praktisi keuangan Islam yang memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang keuangan Islam masih sangat terbatas.

Tujuan menegakkan keadilan dapat diwujudkan bank syariah dengan bersikap transparan dalam laporan keuangan, adil dalam pembagian keuntungan dengan nasabah, dan adil dalam pembebanan setiap biaya servis. Kesejahteraan umat dapat diwujudkan bank syariah melalui alokasi pembiayaan (financing ) kepada sektor-sektor yang membawa manfaat bagi orang banyak dan dapat digunakan sebagai sarana dakwah penyebaran Islam.

Sebagai contoh, apabila kebanyakan masyarakat di suatu daerah adalah petani yang notabene memerlukan pembiayaan pertanian, maka bank syariah yang beroperasi di daerah tersebut mesti mengalokasikan pembiayaannya pada sektor pertanian dalam persentase yang signifikan meskipun pembiayaan perumahan di daerah tersebut menjanjikan keuntungan yang lebih tinggi. Namun, hal tersebut tidak berarti syariat Islam bertentangan dengan prinsip maksimisasi keuntungan (profit maximization).

Pada dasarnya, bank syariah mesti hanya memberikan pembiayaan kepada sektor-sektor yang menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan bank syariah dipercaya mengelola uang nasabah dan pemegang saham yang jumlahnya besar. Namun, sudah seharusnya ada keseimbangan antara pencapaian tujuan komersial dan tujuan-tujuan sosial keagamaan sebagaimana diajarkan dalam syariat Islam. Ketiadaan keseimbangan ini bisa menyebabkan bank syariah dan institusi keuangan Islam lainnya kehilangan identitas aslinya.
Baca Selanjutnya »»

Kamis, 05 Maret 2009

PROFIL KJKS "Manfaat"

KJKS Manfaat:
Jl. Raya Menur no. 75 Surabaya – Jawa Timur
Telp: 031-60240404 / 72468620
KJKS MANFAAT adalah sebuah lembaga yang telah berbadan hukum dengan Nomor Badan Hukum: 63/BH/XVI.37/2007 Tanggal: 11 April 2007. Dalam operasionalnya telah memiliki kelengkapan usaha berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) No. 02.607.444.3-606.000
KJKS Manfaat adalah dari anggota dan untuk anggota, sehingga keputusan tertinggi berada pada rapat anggota.

Adapun susunan pengurus KJKS Manfaat adalah sebagai berikut:
Konsultan Syariah: Ust. Ahmad Mudhoffar, MA.
Ust. Syamsul Ma’arif
Pengawas Koperasi
1.Ketua: Rahmad Wiyono, Amd
2.Anggota: Qadar Iswanto, Amd
3.Anggota: Suyadi

Pengurus Koperasi
1.Ketua: DR. Aries Sulisetyo
2.Sekretaris: Drs. Ali Mustofa
3.Bendahara: MM Munir, ST., MT

Susunan staf pengelola:
Manager Utama: Saifuddin S. Sos
Manager AO: M. Zainuddin, SEI.
Manager Keuangan: Nisa

VISI
Memberikan manfaat dan kesejahteraan kepada anggota, usaha mikro, usaha kecil dan stakeholder.

MISI
1.Mengembangkan lembaga keuangan Islam yang kuat, terpercaya dan memiliki jaringan yang luas.
2.Memiliki sumber daya insani (SDM) yang professional, cerdas, inovatif dan bertaqwa.
3.Memberikan kepercayaan kepada mitra kerja dalam bekerja dan perasaan aman bagi semua kalangan yang menikmati jasa lembaga ini.
4.Berkomitmen tinggi menjadikan lembaga keuangan yang murni sesuai syariah dan berorientasi kepada usaha mikro dan kecil.

MOTO
BERMANFAAT UNTUK SEMUA

GAMBARAN UMUM
KJKS “manfaat” beroperasi atas dasar prinsip syariah Islam menetapkan budaya lembaga yang mengacu pada sikap akhlaqul karimah (budi pekerti yang mulia) yang terangkum dalam lima sikap dasar yang disebut SIFAT, yaitu:
a.Shiddiq
Bersikap jujur terhadap diri sendiri, orang lain dan Tuhan Yang Maha Esa.
b.Istiqomah
Profesional, disiplin, menaati peraturan, bekerja keras dan inovatif.
c.Fathanah
Bersikap teguh, sabar dan bijaksana.
d.Amanah
Penuh rasa tanggung jawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha
e.Tabligh
Bersikap mendidik, membina dan memotivasi pihak lain (para pegawai dan mitra usaha) untuk meningkatkan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.

KEUNTUNGAN MENABUNG DI KJKS MANFAAT
1.Halal; karena dikelola sesuai dengan system syariah.
2.Bagi hasil yang kompetitif untuk penabung.
3.Berada di lokasi yang strategis, sehingga mudah dijangkau
4.Dikelola oleh lembaga terpercaya dan telah berpengalaman.
5.Bagi Anda yang sibuk, tersedia layanan home service dan call KJKS (layanan jemput di tempat).
Baca Selanjutnya »»

PRODUK TABUNGAN

A. TABUNGAN UMMAT ( MANFAAT) SISTEM ”WADIAH”
Mempersiapkan Hari Depan Dengan Lebih Baik
Produk Simpanan yang diperuntukkan bagi siapa saja dengan layanan yang mudah dan fleksibel.
MANFAAT & KEUNTUNGAN :
Saranan investasi jangka pendek
Aman dan Terjamin
Fee (imbalan) yang halal dan bersaing
Setoran dan penarikan dapat dilakukan kapan saja
Fasilitas SMS KJKS, sehingga setiap saat dapat mengecek saldo anda
Setoran awal Rp.10.000,- dan setoran selanjutnya minimal Rp.5000,-
Saldo minimal Rp. 10.000,-

B. TABUNGAN TAQWA (QURBAN DAN AQIQAH) SISTEM ”MUDHARABAH”
Mempersiapkan qurban di Hari Raya Idhul Adha dan Aqiqoh anak dengan lebih terencana
MANFAAT & KEUNTUNGAN :
Lebih terencana dengan baik
Aman dan terjamin akan terpenuhinya kewajiban
Mendapat bagi hasil setiap bulan
Tabungan, baru dapat diambil apabila telah tiba pada waktunya
Fasilitas SMS KJKS, sehingga setiap saat dapat mengecek saldo anda
Hewan Qurban dapat disediakan langsung oleh KJKS dan menyalurkanya apabila nasabah menginginkan.
Setoran awal untuk kambing Rp.125.000,- dan setoran selanjutnya minimal Rp.75.000,- selama 10 bulan
Setoran awal untuk sapi Rp.150.000,- dan setoran selanjutnya minimal Rp.100.000,- selama 10 bulan
Saldo minimal Rp. 25.000,-

C. TABUNGAN PINTAR (PENDIDIKAN PELAJAR) SISTEM ”MUDHARABAH”
Menyongsong Masa Depan Dengan Lebih Cerah
MANFAAT & KEUNTUNGAN :
Mendidik anak untuk gemar menabung
Lebih aman dan terjamin
Mendapatkan bagi hasil setiap bulan
Tabungan, baru dapat diambil apabila telah tiba pada waktunya
Mudah dan terprogram dengan baik
Mendidik anak untuk hidup hemat, teratur dan lebih baik
Setoran awal Rp. 25.000,- dan selanjutnya minimal Rp.5000,-
Saldo minimal Rp. 10.000,-

D. TABUNGAN WALY (WALIMATUL URSY) SISTEM ”MUDHARABAH”
Produk simpanan yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mempersiapkan Hari depan pernikahan dengan lebih terprogram dan terencana.
MANFAAT DAN KEUNTUNGAN :
Lebih Terprogram dan terencana
Lebih Aman dan terjamin
Mendapat bagi hasil setiap bulan
Dana dapat diambil apabila telah tiba waktunya
Memperoleh Fasilitas Talangan apabila belum mencukupi
Setoran Awal Rp.100.000,- dan selanjutnya minimal Rp. 10.000,-
Saldo minimal Rp. 10.000,-

E. TABUNGAN FITRI ( IDUL FITRI ) SISTEM ”MUDHARABAH”
Menyongsong Hari Raya kemenangan dengan penuh kegembiraan
MANFAAT DAN KEUNTUNGAN :
Dana terjamin dengan aman sampai pada waktunya
Mendapat bagi hasil setiap bulan
Dana dapat diambil apabila telah tiba waktunya
Setoran Awal Rp.10.000,- dan selanjutnya minimal Rp. 5.000,-
Saldo minimal Rp. 10.000,-

F. TABUNGAN ARAFAH (HAJI & UMRAH) SISTEM ”MUDHARABAH”
Mempersiapkan keberangkatan ke tanah suci dengan lebih pasti. Menjadi tamu ALLah yang di mulyakan.
Tabungan “Arafah” membantu masyarakat muslim dalam merencanakan ibadah haji & umrah. Dana yang diinvestasikan nasabah tidak dapat ditarik kecuali untuk melunasi BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) atau dalam kondisi darurat yang harus dibuktikan oleh nasabah calon haji yang bersangkutan.

MANFAAT DAN KEUNTUNGAN :
Cara pengelolaan yang sesuai dengan syariah, sehingga selaras dengan makna kesucian ibadah haji itu sendiri
Menguntungkan, nasabah memperoleh bagi hasil yang langsung ditambahkan kepada saldo tabungan. Semakin matang persiapan perjalanan Hajji anda karena direncanakan jauh sebelumnya, semakin ringan biaya yang akandibayarkan
Terencana, tahun keberangkatan dan besarnya setoran tabungan dapat direncanakan sesuai dengan kemampuan nasabah
Setoran Awal hanya sebesar Rp.100.000,- sehingga cukup terjangkau berbagai kalangan kaum muslimin yang sudah mulai merencanakan sejak dini niat sucinya, untuk menjadi tamu Allah.
Saldo minimal Rp. 50.000,-
Baca Selanjutnya »»

ISTILAH EKONOMI SYARIAH


 
'Amil  
Istilah lain untuk mudharib dalam akad mudharabah; istilah ini berlaku di kalangan
mazhab Syafi'i (hijaz)  yang menamakan mudharabah dengan qiradh.  
'Athaya  
Bentuk jamak dari kata  'athiyyah yang berarti suatu pemberian tidak mengikat, sama dengan hibah.
Accrual Basis  
Prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan didistribusikan pada beberapa periode.  
Akad  
'aqad, transaksi; dalam fiqh didefinisikan dengan "irtibath ijab bi qabulin 'ala wajhin masyru'  yatsbutu atsaruhu fi mahallihi",  yakni pertalian ijab dengan qabul menurut cara-cara yang disyariatkan yang berpengaruh terhadap obyeknya.  

Akuntansi  

Suatu sistem pencatatan dan pelaporan keuangan.  

Al-qardh  

Suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya k epada  LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah.

Ashil  
Satu pihak dalam akad kafalah yang pada dasarn ya mempunyai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan kepada seseor ang atau pihak, namun kemudian kewajibannya itu ditanggung oleh pihak lain; ia disebut juga dengan makfuul 'anhu.  
Ashlah  
Lebih membawa maslahat
Asuransi Konvensional  
Asuransi berdasarkan prinsip-prinsip umum. 
 
Ba'i al-dayn  
Jual beli hutang  
Badan  Arbitrase Syariah  
Badan  yang bertugas menyelesaikan sengketa antara lembaga keuan gan syariah dengan nasabah/kliennya  
Bank Kustodian  
Bank yang kegiatan usahanya adalah melakukan penyelesaian transaksi reksa dana serta melakukan penyimpanan, penjagaan dan pengadministrasian kekayaan reksa dana.  
Bank Syariah  
Bank yang kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah (hukum Islam).  
Batil  
Ilegal  
Berkah  
Manfaat yang terus tumbuh  
Bilyet Giro  
Bukti simpanan uang deposito yang dikeluarkan oleh bank penerima uang simpanan.  
Bunga  
Tambahan dalam bentuk persentasi atas jumlah yang dipinjam  
Cadangan  
Dana yang disisihkan untuk menutup suatu risiko atau keperluan.  
Cakap Hukum  
Orang yang tindakan-tindakannya dipandang sah secara hukum; dalam hukum Islam identik dengan mukallaf, yakni orang berakal sempurna dan sudah baligh  
Capital Gain  
Keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di pasar modal.  
Cash Basis  
Prinsip akuntansi yang mengharuskan pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya.  
Cek  
Alat penarikan dari rekening giro.  
Dana Sosial  
Dana yan g disimpan oleh lembaga keuangan syariah untuk keperluan sosial. Sumber dana dapat berasal dari zakat, infaq dan shadaqah, atau dari pendapatan non halal.
Deposito  
Simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada  waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.  
Diskon  
Potongan harga  
Distribusi Hasil Usaha  
Pembagian keuntungan oleh lembaga keuangan syariah dari hasil usahanya.  
Dividen  
Keuntungan yang diperoleh dari saham.  
Divisi  
Bagian  
DSAK  
Dewan Standar Akuntansi Keuangan  
Efek  
Surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif (reksadana), kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek (huruf miring - tidak atau kurang applicable dalam syariah)  
Ekonomi Syari'ah  
Ekonomi yang berdasarkan ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah  
Emiten  
Perusahaan  yang menerbitkan surat berharga untuk ditawarkan kepada publik.  
Fatwa  
Ketetapan  Hukum  
Fee  
Insentif/Bonus, yaitu pembayaran yang diterima,  baik di depan atau di belakang dan atau di antara keudanya, atas jasa tertentu yang diberikan sesuai dengan perjanjian/kontrak  
Fiqh  
Pendapat pakar hukum Islam  
Flexibility  
Keluwesan  
Gharar  
Transaksi yang men gandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan.  
Giro  
Simpanan dana yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan penggunaan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.  
Gross Negligence  
Kelalaian yang dilakukan oleh salah satu pihak secara umum.  
Hadist Nabi  
Segala Ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Saw yang menjadi syariat bagi ummatnya.  
Halal  
Sesuatu yang dibolehkan oleh Islam.  
Haram  
Sesuatu yang dilarang oleh Islam.  
Hari Bursa  
Hari kerja normal saat transaksi bursa dilaksanakan, mulai hari Senin sampai Jum'at kecuali hari libur nasional dan hari libur khusus (tanggal 31 maret, 31 d esember, atau hari lainnya yang ditetapkan oleh otoritas moneter/pasar modal). Jam kerja lantai bursa untuk Senin-Kamis adalah 09.30-12.00 WIB dan 13.30-16.00; untuk Jumat adalah 09.30-11.30 dan 14.00-16.00).  
Hawalah  
Akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-nya  
Holding Company  
Perusahaan  Induk  
Hukum Islam  
Hukum yang berdasarkan pada sumber-sumber ajaran Islam.  
IAI  
Ikatan Akuntan Indonesia  
Ihtiyath  
Prinsip kehati-hatian
Ijab  
Pernyataan pihak pertama dalam suatu ak ad yang menunjukkan kehendakn ya untuk
melakukan akad.  
Ijma'  
Konsensus hukum yang disepakati oleh para ulama.  
Infaq  
Mengeluarkan sebagian hartanya k arena Allah Ta'ala  
Insider Trading  
Transaksi jual-beli efek di bursa berdasarkan keputusan/informasi signifikan dari
orang dalam perusahaan atau pihak lainnya  yang mempunyai keterkaitan transaksi
yang erat dengan perusahaan yang bersan gkutan.  
Instrumen Investasi  
Produk Keuangan yang berada p ada sisi aktiva seb uah entitas seperti surat berharga
(saham/obligasi/deposito) yang dimiliki entitas yang bersangkutan.  
 Instrumen Keuangan  
Produk keuangan yang berada pada sisi pasiva sebuah entitas seperti surat hutang
(promes/obligasi/saham) yang dikeluarkan oleh entitas yang bersangkutan.  
Instrumen Saham  
Salah satu dari produk keuangan  yang merupakan bukti kepemilikan suatu entitas.  
Investasi  
Penyertaan dalam bentuk modal atau pinjaman untuk mendapatkan hasil dalam jangka waktu tertentu.  
Issuer  
Entitas yang mengeluarkan efek.  
Istishna'  
Akad jual beli dalam ben tuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yan g disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni') dan penjual (pembuat, shani').  
Jahalah  
Ketidaktahuan  
Jaminan  
Kemauan untuk mengganti apabila terjadi kerugian atau kerusakan  
Jasa Perbankan  
Pelayanan yan g diberikan oleh perbankan.  
Jumhur Ulama  
Mayoritas Ulama  
Kafalah  
Akad penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul 'anhu, ashil).  
Kafiil  
Pihak yang memberikan jaminan untuk menanggung kewajiban pihak lain dalam akad kafalah.  
Kaidah Fiqh  
Adagium hukum Islam  
Kemaslahatan Umat  
Manfaat Positif yang diperoleh umat Islam  
Keuntungan  
Hasil, laba yang diperoleh  
Khianat  
Tidak amanah (tidak memenuhi janji)  
 Laba ditahan  
Akumulasi laba yang tidak dibagikan kep ada pemegang saham dengan tujuan untuk menambah modal bagi kepentingan perusahaan.  
Lembaga Keuangan Syari'ah  
Lembaga Keuangan yang operasionalnya menggunakan prinsip syari'ah.  
Lessee  
Penyewa, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset dalam akad ijarah; dalam bahasa arab disebut musta'jir.  
Lessor  
Pemberi sewa, pemilik aset dalam akad tijarah; dalam bahasa Arab disebut mu'jir  
Mafsadat  
Kerusakan, keru gian; bersifat fisik maupun non fisik.
Makful bihi  
Kewajiban seseorang atau pihak yang kemudian  mendapat jaminan dari pihak lain dalam akad kafalah.  
Makfuul 'Anhu  
Pihak ketiga yang memperoleh jaminan  
Makfuul Lahu  
Pihak yang dijamin.  
Malik  
Pemilik modal, disebut juga shahib al-maal  
Manajer Investasi  
Perusahaan  yang kegiatan usahanya mengelola portofolio investasi kolektif untuk para nasabah pemodal.  
Maslahat  
Kebaikan  
Mu'allaq  
Bergantung  
Muamalah Syari'yah  
Hubungan sosial, termasuk kegiatan bisnis, yang sejalan atau didasarkan pada prinsip-prinsip syariah.  
Mudarat  
Bahaya, Kerugian  
 Mudharabah  
Akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-maal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua ( 'amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.  
Mudharib  
Pengelola dana (modal) dalam akad mudharabah; dalam mazhab syafi'i disebut amil  
Muhal  
Pihak yang dialihkan piutangnya.  
Muhal 'Alaih  
Pihak yang menerima pengalihan piutang.  
Muhal Bih  
Objek pengalihan, yaitu hutang  atau piutang  
Muhtal  
Identik dengan muhal  
Muqabil  
Pihak kedua  
Muqaradhah  
Istilah lain untuk akad mudharabah  
Muqridh  
Pihak yang memberikan piutang/menghutangkan dalam akad al qardh  
Murabahah  
Menjual suatu barang dengan menegask an harga belinya kepada pembeli dan pemebeli membayarnya dengan harga yang lebih  sebagai laba  
Musaqah  
Bagi hasil perkebunan  
Mushtashni  
Orang/pihak yang melakukan pembelian dalam akad istishna'.  
Musyarakah  
Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.  
Najsy  
Penawaran palsu; yakni penawaran atas sesuatu baran g  yang dilakukan bukan karena motif untuk membeli, tetapi hanya bermotifkan agar pihak lain berani membelinya dengan harga tinggi.  
 Nilai Aktiva Bersih  
Kekayaan reksadan a bersih setelah dikurangi kewajiban-kewajiban. Kekayaan tersebut dinilai dengan harga pasar yang  wajar.  
Nisbah  
Rasio/perbandingan pembagian keuntungan (bagi hasil) antara shahibul maal dan mudharib.
Obligasi  
Sertifikat Bukti hutang.  
Obyek Akad  
Materi perjanjian  
On Call  
Sesuatu yang dapat diambil/dibeli/dijual/dilunasi sewaktu-waktu, biasanya melalui telekomunikasi.  
Pemindahbukuan  
Pengalihan sejumlah account/dana ke jenis rekening lainnya.  
Penawaran Umum  
Penjualan saham secara terbuka kepada publik.  
Pendapatan non halal  
Perolehan keuntungan yang dihasilkan dari transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.  
Penitipan Kolektif  
Penitipan yang dilakukan melalui perkumpulan.  
Portofolio Efek  
Kumpulan efek yang dimiliki secara bersama (kolektif) oleh para pemodal dalam reksa dana.  
Produk perbankan  
Produk keuangan, baik dari sisi aktiva yang dikategorikan sebagai pinjaman seperti kredit investasi, maupun dari sisi passiva yang dikategorikan sebagai kewajiban, seperti tabungan dan deposito nasabah.  
Profit Sharing  
Prinsip bagi untung hasil usaha antara para pihak  (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama  yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana.  
Properti  
Segala sesuatu yan g dimiliki dalam bentuk barang berwujud, khususnya tanah dan bangungan, misalnya pada industri sektor perumahan dan perkantoran.  
 Prospektus  
Setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek.  
Prudential Management  
Manajemen yang menganut prinsip kehati-hatian.  
Qabul  
Menerima  
Qimah  
Nilai intrinsik  
Qiradh  
Istilah lain untuk akad mudharabah; istilah ini banyak digunakan dalam mahzab syafi'i (ulama Hijaz).  
Qiyas  

Analogi, salah satu hukum Islam.  
Rekening  
Bukti/dokumen yang menjelaskan kepemilikan dan atau kewajiban atas sejumlah uang di lembaga keuangan.  
Reksadana  
Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh manajer investasi.  
Revenue  
Pendapatan  
Revenue Sharing  
Prinsip bagi hasil di antara para pihak (mitra) d alam suatu bentuk usaha ker jasama yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana.  
Riba  
Pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan ajaran Islam.  
Ribawi  
Sifat dari suatu transaksi yan g mengandung unsur riba.  
Rights  
Hak kepemilikan atau hak untuk melakukan transaksi tertentu di masa sekarang atau yang akan datang.  
Riwayat  
Nukilan hadist Nabi.
Riwayat Jama'ah  
Hadits yang diriwayatkan oleh seluruh perawi (periwayat) hadist  
Rukun  
Prinsip,tiang;komponen yang harus ad a dan tidak sah sesuatu tanpa dia.  
Salaf  
Istilah bagi ulama generasi terdahulu (para sahabat,tabi'in dan tabi'ut tabi'in). Dalam fiqh mu'amalah, kata ini merupakan istilah lain utuk akad akad Bai' As-Salam.  
Salam  
Bai' As-Salam; jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan di muka, dengan syarat-syarat tertentu.  
Salam paralel  
Dua transaksi bai' as salam antara bank dengan nasabah dan antara bank dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan.  
Shahib al-maal  
Pemilik modal; istilah lainnya adalah malik atau rabb al-maal  
Shani'  
Pembuat, penjual; yakni pihak yang menerima pesanan pembuatan barang dalam akad istishna'  
Short selling  
Penjualan saham tanpa memilikinya atau dipinjam dari pihak lain  
Surat hutang jangka panjang  
Surat hutang yang berlaku di atas satu tahun.  
Surat hutang jangka pendek  
Surat hutang yang berlaku di bawah satu tahun.  
Syari'ah  
Ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Quran dan Al-Hadist.  
Tabungan  
Simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat d itarik dengan cek, bilyet, giro dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengannya.  
Tafriq al-h alal min al-har am  
Pemisahan unsur halal dan haram secara jelas.  
Tafrith  
Menganggap remeh, lalai.  
Taqrir Nabi  
Sikap diam atau persetujuan nabi terhadap suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh sahabat sehingga menjadi ketetapan hukum. 
Taradhin  
Suka sama suka; ini merupakan prinsip  yang harus mendasari seluruh akad.  
Total Nilai Modal  
Seluruh modal yang diperhitungkan.  
Tsaman  
Harga suatu barang berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli.  
Unit Penyertaan  
Suatu ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi kolektif.  
'Urban  
Kata lain dari 'urbun, uang muka.  
'Urbun  
Uang muka  
Urf  
Tradisi, kebiasaan dalam masyarakat.  
Usaha Perjudian  
Usaha yang dilakukan berdasarkan prinsip untung-untungan dan spekulatif.   
Wadi'ah  
Titipan  
Wakalah  
Akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.  
Wakil  
Orang atau pihak yang diberi amanat untuk melakukan suatu pekerjaan dalam akad wakalah.  
Write-off  
Penghapus bukuan sejumlah hutang.
Yad Al-Amanah  
Titipan yang dapat diambil kapan saja oleh penitip.
Baca Selanjutnya »»

Rabu, 11 Februari 2009

Penerapan Dinar dan Dirham Solusi dalam Sistem Moneter di Indonesia Tinjauan Perspektif Islam


Hendro Wibowo

Penggunaan Dinar Dalam Daulah Islam
Dinar dan dirham sebuah alat pembayaran yang sebenarnya telah lama dikenal sejak zaman Romawi dan Persia, kedua negara tersebut merupakan dua negara adidaya yang cukup besar pada masa itu. Dinar terbuat dari emas dan dirham terbuat dari perak.
Dinar (emas) dalam sejarah dunia pertama kali diperkenalkan melalui Romawi kuno pada tahun 211 SM. Karena dinar adalah mata uang yang dipergunakan sebagai alat tukar

pembayaran transaksi ekonomi pada masa itu dan juga nilainya stabil yang disebabkan adanya kadar emas dalam mata uang tersebut.
Pada masa rasulullah saw, beliau membuat suatu kebijakan terhadap perekonomian. Dalam hal transaksi beliau menetapkan alat pembayaran yang digunakan kaum muslimin pada saat itu berupa dinar dan dirham. Dalam hal Rasulullah menetapkan suatu kebijakan pada praktik muamalah tidak secara mutlak dan resmi, pada saati itu juga tidak semua kaum muslimin memakai kedua mata uang tersebut, ada juga yang memakai system barter dikarenakan pada zaman itu rasulullah masih terfokus pada system dakwah dengan tujuan menyusun kekuatan dan menambah jumlah umat muslin. Penggunaan kedua mata uang ini berlanjut tanpa ada perubahan sedikitpun hingga tahun 18 H ketika khalifah Umar bin Khattab menambahkan lafadz-lafadz islam pada kedua mata uang tersebut.
Perubahan yang sangat signifikan terhadap mata uang ini terjadi pada tahun 76 H. Setelah berhasil menciptakan stabilitas politik dan keamanan, khalifah Abdul Malik bin Marwan melakukan reformasi moneter dengan mencetak dinar dan dirham. Penggunaan kedua mata uang ini terus berlanjut, tanpa perubahan yang berarti, hingga pemerintahan Al-Mu'tashim, khalifah terakhir dinasti Abbasiyah.
Dalam pandangan Al-Maqrizi (766-845 H), kekacauan mulai terlihat ketika ada pengaruh kaum mamluk semakin kuat dikalangan istana, termasuk terhadap kebijakan pencatakan mata uang dirham campuran (Fulus). Pencetakan fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga, dimulai pada masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah, Sultan Muhammad Al-Kamil ibn Al-Adil Al-Ayyubi. Penciptaan uang fulus tersebut dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya.
Pasca pemerintahan Sultan Al-Kamil, penciptaan mata uang terus berlanjut hingga pejabat tingkat provinsi. Kebijakan sepihak dibuat dengan meningkatkan volume pencetakan fulus dan menetapkan rasio 24 fulus untuk setiap dirhamnya. Akibatnya rakyat mengalami penderitaan karena terjadi inflasi.
Pada masa Dinasti Ottoman yang berkuasa di Turki, dinar dan dirham mengalami masa penurunan dan kemudian namanya hanya menjadi kenangan.



Kondisi Modern
Dalam transaksi modern dan diganti dengan system keuangan yang dikembangkan oleh negara barat dengan menggunakan uang kertas.
Uang kertas pertama kali berkembang dalam masa pertengahan dikawasan eropa yaitu system perbankan berkembang dimasa itu. Awal perkembangannya diawali karena adanya faktor yang sama dalam Daulah islam yaitu keengganan dan ketidaknyamanan dalam membawa emas dan perak dalam jumlah besar. Hal ini mendorong masyarakat untuk menitipkan emas dan perak yang mereka miliki kepada pandai besi, ahli perhiasan, ataupun pandai emas. Kemudian mereka mendaoatkan sertifikat deposito yang kemudian sebagai alat bukti penitipan, dan sertifikat tersebut yang digunakan sebagai alat pembayaran.
Pada tahun 1928 di AS pemerintahan AS mulai nota-nota dan sertifikat emas, dan mulai mengeluarkan uang kertas biasa yang berfungsi sebagai alat transaksi perdagangan biasa dan tidak memiliki nilai tukar dengan logam mulia. Hal ini adalah sebuah rekayasa yang sangat halus dalam menghapuskan dinar dan dirham dalam transaksi yang digunakan sebaga alat pembayaran (alat tukar). Efek samping yang akan dirasakan dalam kegiatan ekonomi adalah nilainya akan berubah dalam setiap kurun waktu yang berbeda karena nilainya akan mengalami penyusutan (terdepresiasi).
Hal inilah yang membuat uang kertas dapat dipergunakan sebagai alat komoditi perdagangan, ini adalah kehancuran nilai mata uang yang dijadikan sebagai sarana spekulasi, dan ini akan menyebabkan nilai mata uang (yang notabene berubah waktu tersebut) atau dikenal dengan time value of money akan jatuh. Jatuhnya nilai mata uang akan menyebabkan kehancuran dan krisis dalam perekonomian suatu negara secara nasional.
Pada tahun 1997 indonesia pernah mengalami dan negara asia lainnya dalam krisis moneter yang melanda. Ungkapan Dr Mahathir Muhammad, PM Malaysia dalam sebuah seminar di Hongkong mengungkapkan "kegiatan perdagangan dan spekulasi mata uang diharamkan karena uang kertas tidak memiliki nilai intrinsik (nilai sebenarnya) yang pasti, seperti katanya "system keuangan dunia yang didasari dengan uang kertas dan cek bukanlah islami". System yang ada pada saat ini yang telah mengusai dunia hingga negara lain mau tidak mau terpaksa menggunakannya".
Seperti mata uang Dollar AS terdapat ketidakseimbangan nilai, dimana nilai intrinsic (nilai sebenarnya) dari uang kertas jauh lebih rendah dibandingkan nilai nominalnya (nilai yang tertera dalam mata uang), misal : US Dollar dalam biaya pembuatannya, biaya produksi dari selembar mata uang AS tersebut adalah 4,2 seri mata uang AS. Dengan begitu, bila diberikan nilai nominal yang tertera adalah satu dollar AS, maka nilainya adalah 24 kali lipat lebih besar daripada nilai itu sendiri.
Hal itulah muncul ide-ide untuk mepopulerkan kembali penggunaan mata uang dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai alat pembayaran dalam kegiatan transaksi ekonomi dikarenakan adanya kegunaan-kegunaan yang dapat dilihat daripada dinar dan dirham itu, yaitu:
1. dalam rangka menegakkan rukun islam untuk pembayarn zakat dan menegakkan sunnah rasul
2. dapat berfungsi sebagai hal jual beli
3. dapat dipergunakan untuk disimpan dan nilainya tidak akan mengalami penurunan
4. dapat dipergunakan sebagai mas kawin
5. untuk menegakkan kedaulatan umat



Perkembangan Penerapan dinar dan dirham di Indonesia
Rencana tekhnis dalam penerapan penggunaan dinar dan dirham dalam perekonomian di Indonesia tampaknya akan segera terwujud secara nyata dengan adanya cetak biru (blue print) tentang pemakaian dinar dan dirham yang akan segera dipersiapkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam konferensi dijakarta tahun 2003. menurut sugiharto (Ketua Departemen Ekonomi ICMI) penyusunan blue print ini sudah disepakati oleh 10 institusi yang telah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan system ekonomi islam, terutama terhadap pemakaian mata uang dinar dan dirham. Lembaga-lembaga tersebut antara lain : ICMI, MUI, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, MES, Asbisindo, dan FOZ.
Tujuan pembuatan cetak biru ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam penerapan mata uang berupa dinar dan drihamdi Indonesia. Untuk memperkenalkan mata uang ini diperlukan sejumlah lembaga pengendali, seperti lembaga sertifikasi yang akan menilai pihak yang berhak mencetak dinar dan dirham agar tidak mudah dipalsukan. Dalam cetak biru itu akan diatur system distribusi dinar dan dirham yang disebut dengan wakala. Wakala berfungsi sebagai tempat penukaran mata uang (money changer).



Model Transaksi Dinar dan Dirham
Tidak saja secara teoritis, dalam implementasinya mata uang Dinar dan Dirham telah terbukti lebih stabil dibandingkan dengan fiat money yang digunakan dunia internasional sekarang. Dalam artikelnya "The Islamic Gold Dinar: Socio-economic Perspective", Meera dan Aziz (2002) menjelaskan secara detail kelebihan sistem mata uang Islam (Dinar dan Dirham). Tidak seperti uang hampa, Dinar dan Dirham tidak dapat dicetak ataupun dimusnahkan dengan sekendak-hati pihak berkuasa (pemerintah), karena ia memiliki nilai intrinsik 100%. Ini tentunya akan menghindari terjadinya kelebihan uang dalam masyarakat, atau dengan kata lain akan menghalang terjadinya inflasi. Tidak seperti uang hampa, Dinar dan Dirham juga akan diterima masyarakat dengan hati terbuka tanpa perlu "legal tender" atau penguatan hukum. Kalau masyarakat yang melakukan transaksi dihadapkan pada dua pilihan, untuk dibayar dengan uang hampa atau Dinar, sudah tentu mereka akan lebih memilih Dinar karena kestabilan nilainya. Kestabilan Dinar ini tentunya akan mempromosikan perdagangan internasional. Bertransaksi dengan menggunakan Dinar akan mengurangi biaya transaksi. Bila Dinar digunakan sebagai mata uang tunggal dunia Islam, maka biaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang lainnya dalam dunia Islam tidak diperlukan lagi. Dan yang paling luar biasa adalah penggunaan Dinar akan lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik dan kekuatan asing. Sebagai contoh, dengan hanya mencetak Dolar tanpa perlu di-back up oleh emas dan kemudian dipinjamkan ke Indonesia, Amerika kini dengan mudah mendikte dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Inilah sebabnya Dinar diyakini mampu mewujudkan sistem moneter global yang berkeadilan (just world monetary system).

Kesimpulan
Mata uang dinar dan dirham telah dipergunakan pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Pada masa islam mata uang itu digunakan sebagai bagian dari hukum muamalah. Tidak menutup kemungkinan pada zaman modern sekarang penerapan kembali mata uang dinar dan dirham mengingat kembali cadangan emas yang dimiliki negara-negara baik negara timur tengah maupun negara asia lebih khusus negara asia tenggara seperti : Indonesia, Malaysia. Terbukti penerapan menggunakan mata uang dinar dan dirham mulai dilakukan saat ini di Malaysia, hal ini menjadi suatu pemicu bagi negara lain yang memiliki cadangan emas yang lebih banyak dibandingkan negara Malaysia, mengingat Indonesia yang mempunyai masyarakat mayoritas muslim dan mempunyai cadangan emas yang cukup banyak menjadi nilai plus untuk menerapkan secepatnya system mata uang dinar dan dirham.

Allah hu 'alam bis shawab
Baca Selanjutnya »»

Dinamika Koperasi syariah di Indonesia

Pada tanggal 12 Juli 2007 lalu, gerakan koperasi di Indonesia genap berusia 60 tahun, terhitung sejak Kongres Koperasi I pada 12 Juli 1947. Sebuah usia yang matang untuk menjadi kuat, mandiri, dan bijaksana.

Namun, realitas memperlihatkan perkembangan koperasi hingga kini masih memprihatinkan.Dari 140 ribu koperasi yang ada di Indonesia, hanya 28,5% yang aktif, dan lebih sedikit lagi koperasi yang memiliki manajemen kelembagaan yang baik, partisipasi anggota yang optimal,usaha yang fokus,terlebih lagi skala usaha yang besar.
Sebagai pilar terpenting ekonomi bangsa yang diharapkan menjadi sokoguru perekonomian, secara ironis koperasi justru jauh tertinggal dari badan usaha swasta dan perusahaan negara. Peran penting koperasi dalam mendorong pemberdayaan, pemerataan, dan demokrasi ekonomi ini telah dibuktikan di berbagai negara di seluruh dunia.

Koperasi berkembang dan menjadi salah satu kekuatan penting dalam perekonomian nasional di banyak negara. Bahkan, di negara-negara yang selama ini kita kenal sangat liberal dan kapitalis, koperasi tumbuh subur dan berkembang pesat.Tak heran bila Konvensi PBB 2001 menetapkan koperasi sebagai wadah ekonomi kerakyatan yang perlu didorong karena terbukti efektif dalam mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja secara substantif, dan memperkokoh integrasi sosial.

Dari pemahaman terhadap konsep dasar koperasi inilah kita dapat secara cepat memahami mengapa pengembangan koperasi di Indonesia mengalami kegagalan. Selama ini, koperasi lebih banyak dijadikan alat kebijakan pemerintah, bukan sebagai alat ”menolong diri sendiri”. Koperasi menjadi lembaga top down mulai dari inisiatif pendirian sampai pengelolaan sangat bergantung pada aparat pemerintah. Dengan intervensi yang kuat dari pemerintah, terutama di sisi permodalan, koperasi juga kemudian menjadi bersifat capital centered, bukan lagi people centered.

Lebih celaka lagi,banyak koperasi yang kemudian menjadi sangat bergantung pada permodalan dan bantuan dari pemerintah dan segera hilang aktivitasnya ketika bantuan terhenti. Koperasi telah kehilangan jati dirinya yang bottom up, self help, dan self empowering. Dalam kekalutan dunia perkoperasian inilah, kini muncul koperasi syariah di Indonesia. Sejak kemunculan pertamanya pada akhir dekade 1990-an,koperasi syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan dan telah memberi kontribusi nyata pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kini terdapat lebih dari 3.000 koperasi syariah di Indonesia yang dalam waktu relatif singkat telah mampu membantu lebih dari 920.000 usaha mikro di Tanah Air dan telah merambah ke seluruh kabupaten di Tanah Air baik dalam bentuk koperasi pondok pesantren (kopontren),koperasi masjid, koperasi perkantoran, hingga koperasi pasar (kopas). Secara konseptual, koperasi sendiri pada hakikatnya sangat selaras dengan budaya dan nilai-nilai Islam, agama mayoritas di negeri ini.

Tidak heran bila kemudian koperasi yang beroperasi berdasarkan syariat Islam, dengan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Dalam perspektif Islam, koperasi yang menjunjung asas kebersamaan dan kekeluargaan dapat dipandang sebagai bentuk syirkah ta’awunniyah yang bermakna bekerja sama dan tolong-menolong dalam kebaikan.Ketika koperasi bekerja dalam bingkai syariah Islam, seperti tidak berhubungan dengan aktivitas riba, maysir (judi), dan gharar (spekulan), maka lengkaplah keselarasan koperasi dengan nilai-nilai Islam.

Dengan kinerja yang sangat mengesankan inilah, maka sudah selayaknya pemerintah dan semua pihak mendorong kemajuan koperasi syariah. Koperasi syariah yang tumbuh dari bawah, mandiri, dan memberdayakan, secara nyata telah memberi manfaat besar bagi masyarakat negeri ini. Sudah saatnya arah dan fokus kebijakan pembangunan dialihkan dari usaha besar ke usaha kecil: bahwa perekonomian seharusnya berbasis pada masyarakat luas, bukan pada segelintir pengusaha besar yang rapuh.

Bila dikaitkan dengan usaha pemulihan ekonomi nasional saat ini,peranan koperasi syariah sangat potensial bila telah mewujud dalam skala yang luas. Salah satu masalah terbesar dalam pemulihan ekonomi yang hingga kini belum terselesaikan adalah krisis disintermediasi finansial. Perbankan nasional yang memegang peran penting ini gagal menjalankan tugasnya.Likuiditas nasional yang berada di sektor ini, banyak yang tidak tersalurkan ke sektor riil.

Dengan alasan tingginya risiko usaha, banyak perusahaan yang tidak mendapat aliran kredit perbankan, terlebih lagi usaha mikro dan kecil yang memang sejak lama sulit mendapat akses ke perbankan. Ironisnya lagi, likuiditas nasional yang menganggur ini ditanam kembali oleh perbankan ke Sertifikat Bank Indonesia(SBI) yang membuat beban operasi moneter yang ditanggung oleh bank sentral menjadi sangat besar sehingga justru memberi tekanan pada inflasi.

Per April 2007, kelebihan likuiditas perbankan yang ditanam di SBI mencapai Rp202,5 triliun. Di sinilah kemudian koperasi syariah sebagai lembaga pembiayaan mikro memperlihatkan ketangguhannya. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) mampu menjalankan fungsi intermediasi finansial secara baik dan efisien ke usaha mikro dan kecil serta berada di lokasi-lokasi yang selama ini sulit dijangkau oleh perbankan.

Dengan demikian, mendorong kemajuan koperasi syariah sama artinya dengan mendorong kemajuan 39,7 juta usaha kecil yang menyerap 88% tenaga kerja yang membutuhkan pembiayaan mikro. Karena itu, penumbuhan koperasi syariah merupakan upaya strategis untuk penciptaan lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan yang pada gilirannya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis luas (pro poor growth).

Pengembangan koperasi syariah sebagai lembaga microfinance juga menjadi sangat relevan bila melihat kondisi nyata bahwa hingga kini masih terdapat kurang lebih 10 juta usaha kecil dan mikro yang belum tersentuh jasa layanan finansial. Data historis memperlihatkan bahwa perkembangan usaha kecil dan mikro berjalan beriringan dengan pertumbuhan lembaga keuangan mikro.

Penumbuhan koperasi syariah juga penting dalam rangka meningkatkan modal sosial masyarakat karena koperasi syariah tidak hanya sekadar menjalankan fungsi intermediasi finansial, melainkan juga intermediasi sosial. Koperasi tidak hanya sekadar lembaga ekonomi, namun juga lembaga pendidikan demokrasi sehingga koperasi akan mampu membangun mutual trust yang merupakan kunci bagi sebuah bangsa untuk membangun organisasi skala besar yang kuat. Dengan terbentuknya high trust society, maka agenda-agenda transformasi ekonomi dan sosial bangsa akan berjalan lebih baik.
Baca Selanjutnya »»

Pertumbuhan KJKS

KabarIndonesia - Koperasi syariah ternyata telah memberikan dampak yang cukup positif terhadap pelaku usaha mikro di tanah air.

Dalam waktu yang singkat koperasi syariah telah membantu lebih dari 920 ribu usaha mikro di tanah air dan telah merambah ke seluruh kabupaten di Indonesia.
Jenisnya sangat beragam dari koperasi pondok pesantren (kopontren), koperasi masjid, koperasi perkantoran hingga koperasi pasar (kopas).

Sistim bagi hasil yang dikenalkan masyarakat ternyata cukup mudah diterima dan sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang mengedepankan asas gotong royong dan kejujuran.

Terdapat lebih dari 3020 koperasi syariah yang berkembang dengan berbagai macam ragam kondisi kelembagaannya.

Dunia perbankan saat ini tengah mengalami kelebihan likuiditas dan tersimpan dalam SBI per April 2007 sebesar 202,5 trilyun (Sumber BI), suatu fakta bahwa telah terjadi penurunan fungsi intermediasi perbankan, yaitu fungsi untuk menyalurkan dana yang diterima dari masyarakat (nasabah penabung/penyimpan) kepada dunia usaha atau sektor riil.

Disisi lainnya kesulitan mengakses perbankan dihadapi oleh usaha mikro, dikarenakan standar kelayakan perbankan yang sulit dipenuhi oleh pelaku usaha mikro.

Kondisi ini diatasi dengan keberadaan Koperasi Syariah yang terbiasa dengan usaha yang skala dan transaksi kecil (mikro) serta berada di lokasi-lokasi yang selama ini sulit tersentuh sepenuhnya oleh jaringan perbankan.

Kenyataannya jumlah koperasi syariah masih sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pembiayaan usaha mikro yang mencapai 39,72 juta usaha dan menyerap 88% tenaga kerja.

Karena itu penumbuhan koperasi syariah merupakan upaya strategis untuk mendongkrak tingkat pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan.

Penumbuhan koperasi syariah juga penting dalam rangka meningkatkan keluarga prasejahtera, sehingga bukan sekedar intermediasi financial, melainkan juga intermediasi social.

Menurut data BPS, terdapat lebih dari 10 juta usaha kecil dan mikro yang belum tersentuh jasa layanan perbankan. Kondisi ini menjadi perluang bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi syariah bagi rakyat Indonesia yang mayoritas muslim.

Apalagi dari data pertumbuhan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ternyata perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya LKM.

Kelahiran Koperasi Syariah di Indonesia dilandasi oleh Kepututsan Menteri (Kepmen) Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah .

Kepmen ini memafasilitas berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistim ini membantu koperasi serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah.

Dengan demikian dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan dan perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia mutlak diperlukan adanya Undang-Undang Koperasi Syariah tersendiri yang mampu mengakomodir percepatan dari Koperasi Syariah itu sendiri.
Baca Selanjutnya »»

Koperasi Dalam Islam

Koperasi adalah lembaga usaha yang dinilai cocok untuk memberdayakan rakyat kecil. Nilai-nilai koperasi juga mulia seperti keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kesejehateraan bersama. Bagaimana syariah melihat lembaga ini?
Dalam Islam, koperasi tergolong sebagai syirkah/syarikah. Lembaga ini adalah wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha yang sehat, baik, dan halal. Dan, lembaga yang seperti itu sangat dipuji Islam seperti dalam firman Allah, “Dan bekerjasamalah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2). Lihat juga surat An-Nisa’: 12 dan Shaad: 24.
Bahkan, Nabi saw. tidak sekadar membolehkan, juga memberi motivasi dengan sabdanya dalam hadits Qudsi, “Aku (Allah) merupakan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara dua pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu Daud dan Hakim). Beliau juga bersabda, “Allah akan mengabulkan doa bagi dua orang yang bermitra selama di antara mereka tidak saling mengkhianati.” (Al-Bukhari)

Maka tak heran jika jejak koperasi berdasarkan prinsip syariah telah ada sejak abad III Hijriyah di Timur tengah dan Asia Tengah. Bahkan, secara teoritis telah dikemukakan oleh filosuf Islam Al-Farabi. As-Syarakhsi dalam Al-Mabsuth, sebagaimana dinukil oleh M. Nejatullah Siddiqi dalam Patnership and Profit Sharing in Islamic Law, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ikut dalam suatu kemitraan usaha semacam koperasi, di antaranya dengan Sai bin Syarik di Madinah.

Kini, koperasi sebagai organisasi ekonomi berbasis orang atau keanggotaan (membership based association), menjadi substantive power perekonomian negara-negara maju. Misalnya Denmark, AS, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan Swedia. Meskipun, awalnya hanya countervailing power (kekuatan pengimbang) kapitalisme swasta di bidang ekonomi yang didominasi oleh perusahaan berdasarkan modal persahaman (equity based association), yang sering jadi sapi perah pemilik modal (share holders) dengan sistem dan mekanisme targeting yang memeras pengelola.

Spirit membership based association teraktualisasikan dalam ‘tujuh kebaikan’. Buku-buku modern menyebutnya sebagai social capital (modal sosial). Di Indonesia semangat ekonomi kerakyatan berbasis modal sosial mulai menggejala di era Hindia Belanda di abad ke-19, tepatnya sejak diberlakukan UU Agraria 1870 yang menghapuskan sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel). UU itu mendorong munculnya kepemilikan lokal (local ownership) dan inisiatif rakyat setempat yang mendapatkan porsi ekonomi yang signifikan.

Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun mengkategorikan social capital ke dalam 7 nilai sebagai spirit koperasi. Pertama, kebenaran untuk menggerakkan kepercayaan (trust). Kedua, keadilan dalam usaha bersama. Ketiga, kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan. Keempat, tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas. Kelima, paham yang sehat, cerdas, dan tegas. Keenam, kemauan menolong diri sendiri serta menggerakkan keswasembadaan dan otoaktiva. Ketujuh, kesetiaan dalam kekeluargaan.

Formula nilai yang dikemukkan Hatta ini parallel dengan apa yang diungkapkan oleh Kagawa, bapak koperasi Jepang dalam buku Brotherhood Economics, bahwa koperasi merupakan kemitraan ekonomi yang memacu kesejahteraan sosial bersama dan penghindaran dari isapan kekuatan-kekeuatan yang meraih kedudukan istimewa dalam ekonomi.

Implementasi ketujuh nilai yang menjiwai kepribadian koperasi versi Hatta, dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan eksternal. Ketujuh prinsip operasional itu adalah; Pertama, keanggotaan sukarela dan terbuka. Kedua, pengendalian oleh anggota secara demokratis. Ketiga, partisipasi ekonomis anggota. Keempat, otonomi dan kebebasan. Kelima, pendidikan, pelatihan dan informasi. Keenam, kerjasama antar koperasi. Ketujuh, kepedulian terhadap komunitas.

Di Indonesia, koperasi berbasis nilai Islam lahirlah pertama kali dalam bentuk paguyuban usaha bernama Syarikat Dagang Islam (SDI). DSI didirikan H. Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggotanya para pedagang muslim. Mayoritas pedagang batik. Meskipun pada perkembangannya, SDI berubah menjadi Syarikat Islam yang bernuansa gerakan politik.
Dalam konteks budaya kemitraan, penelitian Afzalul Rahman yang dirilis dalam Economic Doctrines of Islam, koperasi tipe kemitraan modern Barat mirip dengan kemitraan Islam. Bahkan, telah dipraktikan oleh umat Islam hingga abad 18. Baik bentuk syirkah Islam dan syirkah Modern, sama dibentuk oleh para pihak atas kesepakatan mereka sendiri untuk mencari keuntungan secara proporsional dan mutual berdasarkan hukum negara.
Menurut Rahman, persyaratan kemitraan kedua tipe koperasi tersebut sama, kecuali pada praktik riba (sistem bunga). Koperasi syar’iah (syirkah Islam) terbebas sama sekali dari unsur itu. Kemitraan Inggris (dalam hal jenis mitra, hak dan kewajibannya, fungsi dan tugasnya terhadap pihak ketiga) yang yang tertuang dalam Peraturan Kemitraan Inggris tahun 1980, kurang lebihnya sama dengan yang dijabarkan prinsip syirkah dalam kitab fikih bermadzhab Hanafi ‘Al-Hidayah’.

Yang jadi soal sekarang adalah koperasi model mana yang sesuai bagi perekonomian Indonesia? Apakah koperasi yang di daasarkan pada nilai-nilai tradisional yang cenderung berpola koperasi sosial ataukah koperasi modern model Barat yang berbasis sistem pasar? Atau justru gabungan keduanya?

Tampaknya model campuran, meski tidak berlabel syari’ah, jika dalam operasionalnya berlandaskan nilai dan prinsip syari’ah, tentu lebih mendekati fitrah sunnatullah. Artinya, sesuai dengan kebutuhan, potensi, kondisi, dan norma agama serta terhindar dari ekstrimitas ekonomi dan kesalahan materialisme sosialis maupun kapitalis.

Ada 7 pantangan yang harus dihindari dalam bisnis. Dan ini harus dipegang sebagai pantangan moral bisnis (moral hazard). Pertama, maysir yaitu segala bentuk spekulasi judi (gambling) yang mematikan sektor riil dan tidak produktif. Kedua, asusila yaitu praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma social. Ketiga, goror yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak.
Keempat, haram yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syariah. Kelima, riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang menjadi komoditas dengan mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan pertukaran/barter lebih antar barang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini mendorong usaha yang berbasis kemitraan dan kenormalan bisnis, disamping menghindari praktik pemerasan, eksploitasi dan pendzaliman oleh pihak yang memiliki posisi tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah. Keenam, ihtikar yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga. Ketujuh, berbahaya yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang membahayakan individu maupun masyarakat serta bertentangan dengan maslahat dalam maqashid syari’ah.

Pemerintah dan swasta, meliputi individu maupun masyarakat, wajib mentransformasikan nilai-nilai syari’ah dalam nilai-nilai koperasi. Caranya? Mengadopsi 7 nilai syariah dalam bisnis. Pertama, shiddiq yang mencerminkan kejujuran, akurasi dan akuntabilitas. Kedua, istiqamah yang mencerminkan konsistensi, komitmen dan loyalitas.
Ketiga, tabligh yang mencerminkan transparansi, kontrol, edukatif, dan komunikatif. Keempat, amanah yang mencerminkan kepercayaan, integritas, reputasi, dan kredibelitas. Kelima, fathanah yang mencerminkan etos profesional, kompeten, kreatif, inovatif.
Keenam, ri’ayah yang mencerminkan semangat solidaritas, empati, kepedulian, awareness. Ketujuh, mas’uliyah yang mencerminkan responsibilitas.
Koperasi syari’ah sangat strategis dalam mengembangkan sumberdaya dan mendistribusikannya secara adil. Karena, mengeluarkan harta (asset) untuk diputar, diusahakan, dan diinvestasikan secara halal adalah kewajiban syariah. Uang dan harta bukan untuk ditimbun. membuat aset nganggur (idle) sama dengan memubadzirkan nikmat Allah dan tidak mensyukurinya.

Uang dibuat untuk dipergunakan. Berpindah dari tangan ke tangan sebagai alat tukar (medium of excange) dan pembayaran. Juga alat ekspansi dalam investasi. Jadi, semata-mata hanya alat. Tidak boleh diubah menjadi tujuan. Apalagi menjadi berhala yang disembah. “Merugikan hamba dinar, merugilah hamba dirham!” demikian sabda Rasulullah saw.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai koperasi –yang tampak dalam jatidirinya (Co-operative Identity) sebagaimana dirumuskan kongres International Co-operative Alliance (ICA) ke-100 di Manchester, Inggris, September 1995 dan disusun kembali Prof. Dr. Ian MacPherson berupa 7 nilai: menolong diri sendiri, swa tanggung jawab, demokrasi, persamaan, keadilan, kesetiakawanan dan kejujuran; dan 7 prinsip operasional, yaitu keanggotaan terbuka dan sukarela, pengendalian oleh anggota secara demokrasi, partisipasi ekonomi anggota, otonomi dan kemerdekaan, pendidikan, pelatihan, dan informasi, kerjasama antar koperasi, dan kepedulian terhadap lingkungan– secara umum selaras dan serasi dengan nilai-nilai syari’ah.

Namun, jika kegiatan usahanya tidak menghindari ketujuh pantangan bisnis syari’ah, koperasi dapat kehilangan identitas (jatidinya). Koperasi harus meninggalkan praktik riba berupa penggunaan skim bunga dalam kegiatan usahanya. Tidak menetapkan bunga dalam kegiatan simpan pinjamnya. Karena, riba bertentangan dengan spirit kemitraan, keadilan, dan kepedulian terhadap lingkungan. Sistem bunga tidak peduli dengan nasib debiturnya dan tidak adil dalam penetapan bunga atas pokok modal.

Syari’ah harus diterima dan diterapkan koperasi secara keseluruhan. Bukan sepotong-potong. Karena, penerapan yang sepotong-potong tidak menjamin teraktualisasikannya tujuan koperasi. (Al-Baqarah: 85). “Hai orang-orang yang beriman! Masuk Islamlah kamu dengan keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu adalah musuh yang nyata.” (Al-Baqarah: 208). “Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’du: 11)

Dengan teraktualisasikannya prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan ekonomi, koperasi bisa mewujudkan keadilan dan menyejahterakan bagi semua. Rahmatan lil ‘alamin.
Baca Selanjutnya »»